Ketua DPRD
Sumbar, Supardi, bersama narasumber dalam “Bimtek Peningkatan Kapasitas
Pemangku Kebudayaan Kota Payakumbuh”. Kegiatan yang dilaksanakan pada 26-28
Juli 2024 itu digelar di Hotel Tripletree Bukittinggi.
BUKITTINGGI, ANALISAKINI.ID—Banyak celah yang bisa dimanfaatkan
untuk pemajuan daerah. Tidak hanya
soal kekayaan sumber daya alam, tapi kebudayaan
dan sejarah juga merupakan aset kekayaan penting yang berpotensi bisa membawa
kemajuan suatu daerah. Artinya, jika tidak dilestarikan dan dieksplorasi maka
daerah amat merugi.
Ketua DPRD
Sumbar, Supardi, menegaskan hal itu saat membuka “Bimtek Peningkatan Kapasitas
Pemangku Kebudayaan Kota Payakumbuh”, pada 26-28 Juli 2024 di Hotel Tripletree
Bukittinggi.
Kegiatan
tersebut diikuti para ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang
dan parik paga nagari se Kota Payakumbuh.
Menurut Supardi,
Payakumbuh harus segera mengubah nasib. Jika tidak maka kota ini akan
terpuruk. Dan, untuk mengubah nasib, tentu harus ada pemacunya. Sementara
Payakumbuh tidak memiliki banyak sumber daya alam dan tempat wisata yang bisa
dijual untuk memajukan daerah.
"Kita
ketehaui, Payakumbuh hanya kota transit. Makanya, kita harus mengubah nasib
kota ini dengan kebudayaan dan sejarah. Inilah aset kekayaan kita," ujar
Supardi.
Katanya, selama
ini penopang perekonomian Payakumbuh adalah UMKM dan kuliner. Kedua sektor ini
pun terancam tergerus, apalagi jika tol Padang- Pekanbaru selesai. Kuliner dan
UMKM bisa ikut mati, jika tak ada terobosan untuk mengubah daerah ini menjadi
kota tujuan.
"Untuk
itulah, mengapa saya getol membuat Festival Maek. Payakumbuh akan ikut terkena
dampak positifnya jika kawasan Maek menjadi wilayah wisata khusus tempat
berkumpulnya para peneliti dan arkaelog dunia," katanya.
Betapa
tidak, Maek merupakan aset sejarah luar biasa yang dimiliki Sumbar. Bahkan
peradabannya diprediksi ada sejak 4 ribu tahun sebelum masehi. Maek harus
mendunia.
Supardi
mengatakan, mengekplorasi kebudayaan dan sejarah bukanlah hal yang buruk.
Justru itu termasuk sebagai upaya melestarikannya. Bahkan tanpa kebudayaan maka
daerah dan masyarakat akan kehilangan identitas.
“Jika daerah
lain tak malu mengekspos budaya mereka, maka Sumbar termasuk Payakumbuh juga
tak boleh malu. Jika Bali mengekspos Tari Kecak, kita juga punya banyak
tarian hebat, Tari Payung, Tari Pasambahan dan banyak lain. Sayangnya semua
kekayaan budaya dan sejarah itu, tak pernah serius diekspos selama ini," tegasnya.
Makanya,
menurut Supardi, tidak seharusnya lagi para pemangku kebudayaan, Ninik mamak, para
datuak, bundo kandung bahkan masyarakat untuk santai-santai saja melihat
situasi di Payakumbuh saat ini.
Ia
mengatakan, memang tanggung jawab pemerintah untuk memajukan dan
mensejahterakan masyarakat. Namun tanpa dukungan seluruh pihak di masyarakat
tersebut itu sendiri maka hal itu sulit terwujud.
Itulah
mengapa, lanjut Supardi, harus ada terobosan untuk menjadikan Payakumbuh kota
yang besar dan maju. Salah satunya melalui eksplorasi kebudayaan dan sejarah. (n-r)