Salah
satu ruas jalan yang longsor akibat tergerus banjir bandang di Lembah Anai, Sabtu (11/05/2024) (ist)
PADANG, ANALISAKINI.ID--Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar menilai, terjadinya bencana longsor di kawasan Lembah Anai sebagai akumulasi krisis ekologi. Kemudian diperparah dengan sikap pemerintah provinsi yang terlambat melakukan penanganan atau eksekusi pembongkaran terhadap bangunan-bangunan di kawasan tersebut.
"Walhi
Sumbar menilai yang terjadi di kawasan Lembah Anai adalah bencana ekologis,
bukan bencana alam. Ini terjadi karena akumulasi krisis ekologi. Kini bisa kita
lihat, dampaknya meluas, korbannya juga banyak," ujar Direktur Walhi
Sumbar, Wengky Purwanto, Minggu (12/5/2024).
Wengky
menilai, pemerintah lupa menyelesaikan akar dari dampak yang bakal terjadi di
kawasan itu, baik terkait ketentuan tata ruang, analisis risiko bencananya,
ataupun soal prinsip lingkungan hidup yang memang seharusnya perlu dijaga dan
penting untuk diperhatikan.
Pihaknya
pun sudah mengingatkan bahwa kawasan Lembah Anai memang rentan terjadinya
banjir dan longsor, kalau masih saja pembangunan di kawasan itu dilakukan tanpa
menitikberatkan kepada analisis dan aturan terkait lingkungan.
"Seharusnya,
dalam mengeluarkan izin investasi, pemerintah tidak hanya mengedepankan
peningkatan dari segi ekonomi dan sosial saja, tapi yang terpenting adalah
aspek lingkungannya," katanya.
Padahal
menurut Wengky, misalnya saja untuk bangunan Cafe Xakapa yang kini hanyut
diterjang banjir bandang itu, pada Februari 2023 lalu sudah dilakukan
pembahasan oleh Dewan Sumber Daya Air, dan direkomendasikan bangunan itu dan
juga beberapa bangunan lain di sekitarnya untuk dibongkar, tapi hingga setahun
kemudian, proses eksekusi tidak juga dijalankan pemerintah setempat.
"Xakapa
dan pembangunan rest area di sekitarnya itu sudah dinyatakan melanggar. Sudah
direkomendasikan dibongkar sejak awal tahun lalu, dan sudah sampai SP3. Dan
kini, karena lama proses eksekusi, alam yang memulihkan sendiri," ujar
Wengky.
Dia
pun mengatakan, atas kejadian ini pemerintah provinsi dan BKSDA adalah pihak
yang paling bertanggung jawab.
Dia
pun menilai, pemerintah tidak bisa sembarangan dalam mengizinkan investasi,
walaupun dibuat dengan istilah taman wisata alam, karena memang ada ancaman
bencana, dan semakin parah jika tidak memperhatikan prinsip lingkungan hidup
dan analisis risiko bencananya.
"Sebelumnya
juga pernah ada rencana pembangunan plaza di kawasan Lembah Anai, setelah
dikritik, akhirnya pembangunannya batal. Praktik fasilitasi investasi tanpa
melihat aturan dan mengabaikan prinsip lingkungan ke depannya kita harap tidak
terjadi lagi. Karena bencana yang terjadi ini bukti gagalnya pemerintah menjaga
dan melestarikan lingkungan yang akhirnya berdampak buruk dan makan
korban," tegasnya.
BKSDA: Tak Ada Eksploitasi
Sementara,
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar memastikan tidak ada
eksploitasi di kawasan hutan sebagai penyebab banjir bandang yang melanda di
kawasan Lembah Anai. Hal itu diperkuat, setelah tim yang berada di lapangan
menemukan material-material yang dibawa akibat banjir bandang tersebut.
"Dari
material yang kita lihat banyak kayu-kayu beserta dengan akarnya terbawa arus.
Di sini kita bisa menyimpulkan adanya bendungan air dari hulu yang tidak
tertampung sehingga mengakibatkan kayu beserta akarnya dibawa arus
tersebut," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar, Eka
Damayanti, Minggu (12/5).
Eka
mengatakan, pihaknya bersama tim di lapangan dan stakeholder terkait sudah
mengumpulkan data-data yang mengakibatkan bencana alam yang melanda di sejumlah
daerah.
"Kita
sudah kumpulkan data-data, potensi kerawanan bencana itu ada. Dan seharusnya
pihak terkait sudah bisa memetakan kerawanan bencana alam itu. Untuk kerawanan
bencana ini kondisi situasi itu berkembang," ujar Eka.
Dikatakan,
pihaknya hingga saat ini masih melakukan monitoring potensi bencana susulan
yang bakan terjadi. Diharapkan kepada warga masyarakat agar jangan berada di
titik-titik lokasi bencana.
"Kita
sudah mengidentifikasi lokasi yang terdampak, jadi kita tegaskan tidak ada
eksploitasi hutan. Fenomena ini terjadi adanya bendungan air yang di hulu yang
tidak tertampung sehingga mengakibatkan longsor maupun banjir bandang,"
katanya. (wy/der)