Jakarta, Analisakini.id-Mahkamah Agung (MA) mengubah vonis 3 terdakwa kasus pembunuhan bos rental di Tol Tangerang-Merak, pada 2 Januari 2025 di KM 45 Tol Tangerang-Merak.
Putusan kasasi nomor 25-K/PM.II-08/AL/II/2025 menolak kasasi para terdakwa, namun melakukan perbaikan putusan dari pengadilan militer tingkat pertama.
Putusan kasasi itu diketok pada Selasa, 2 September 2025 oleh Brigjen TNI Hidayat Manao selaku Ketua Majelis Hakim, serta dua hakim anggota yakni Brigjen TNI Tama Ulinta Br. Tarigan dan Sugeng Sutrisno.
Keduanya juga diwajibkan membayar restitusi kepada keluarga korban dan korban luka;
- Bambang kepada keluarga Almarhun Ilyas Abdurrahman Rp 209.633.500 dan korban luka Ramli Rp 146.354.200
- Akbar juga diminta membayar restitusi Rp 147.133.500 kepada keluarga Ilyas dan Rp 73.177.100 kepada korban luka Ramli.
Majelis Kasasi menyebut bahwa restitusi tersebut wajib dibayar paling lambat satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dilaksanakan, Oditur Militer memberi perintah tambahan 14 hari. Bila masih tidak dipenuhi, harta kekayaan terpidana dapat disita dan dilelang untuk memenuhi kewajiban.
"Dalam hal harta kekayaan tidak cukup untuk pemberian restitusi, maka dipidana dengan pidana kurungan selama 3 bulan dengan memperhitungkan restitusi yang telah dibayar secara proporsional," tutur hakim.
Sementara terdakwa ketiga, Rafsin Hermawan, yang divonis 4 tahun diturunkan menjadi 3 tahun penjara, dan juga diberhentikan dari dinas militer.
Kata LPSK
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai putusan kasasi tersebut penting dalam penerapan restitusi di ranah peradilan militer.
Restitusi adalah gambaran bentuk kerugian korban yang sudah valid secara kerugian. Sementara santunan adalah iktikad baik, dan tidak menjadikan hak dari restitusi menjadi hilang.
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, menyebut bahwa putusan tersebut penting dalam sistem hukum pidana militer yang mulai menempatkan korban sebagai subjek hukum yang harus dipulihkan alih-alih sekadar saksi penderita.
Ia menilai, restitusi yang diwajibkan kepada para pelaku menunjukkan bahwa pemulihan korban kini diakui sebagai bagian dari keadilan substantif dalam proses peradilan pidana.
Ia juga menyebut bahwa langkah majelis hakim yang secara eksplisit memerintahkan pembayaran restitusi sebagai bentuk penguatan asas tanggung jawab pelaku terhadap akibat hukum dari tindakannya. (sumber : kumparan.com)
