Padang, Analisakini.id- Partai NasDem resmi menonaktifkan dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari keanggotaan DPR RI. Begitu pula PAN yang menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya serta Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir dari keanggotaan DPR RI.
Keputusan tersebut disampaikan dalam siaran pers DPP Partai Nasdem tertanggal 31 Agustus 2025 yang ditandatangani Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh dan Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem Hermawi F Taslim.
Dalam pernyataannya, disebutkan bahwa kedua kader Nasdem tersebut tidak lagi aktif menjadi anggota DPR RI terhitung mulai Senin (1/9/2025).
Keputusan untuk menonaktifkan Sahroni dan Nafa dari keanggotaan DPR RI sebagai respon atas pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh kedua anggota dewan tersebut belakangan ini.
Lantas, apakah lima politisi ini masih mendapatkan gaji setelah dinonaktifkan dari DPR?
Ketentuan mengenai penonaktifan atau pemberhentian sementara anggota DPR tertuang dalam pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam pasal 19 ayat 4 disebutkan anggota DPR yang nonaktif tetap mendapatkan hak gaji seperti biasa.
“Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR No. 1/2020, dikutip dari Kompas.com, Minggu (31/8/2025).
Ini artinya, meskipun lima politisi itu dinonaktifkan dari DPR, kelimanya masih merupakan anggota DPR dan tetap mendapatkan gaji.
Untuk diketahui, dalam konteks hukum, status nonaktif tidak sama dengan dipecat.
Dilansir dari TribunnewsDepok.com, Minggu (31/8/2025), menurut kacamata hukum, istilah "nonaktif" sejatinya tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Sementara secara politik, nonaktif adalah langkah internal partai yang bisa diartikan sebagai pemberhentian sementara atau pembekuan fungsi.
Artinya, Sahroni, Nafa, Eko, Uya dan Adies secara hukum masih berstatus sebagai anggota DPR RI, namun mereka kehilangan legitimasi politik di bawah fraksi NasDem, PAN dan Golkar.
Mereka tidak lagi bisa aktif dalam alat kelengkapan dewan atau kegiatan politik lain di bawah bendera partai.
Namun kursi keduanya di parlemen tetap sah milik mereka, hingga ada proses recall. Adapun recall adalah pergantian antarwaktu (PAW).
Recall merupakan proses resmi partai untuk menarik kadernya dari parlemen, yang diatur dalam UU MD3.
Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa partai memiliki kewenangan penuh untuk mengusulkan penggantian anggota DPR kepada Presiden melalui pimpinan DPR.
Dengan kata lain, apabila terjadi recall, status hukum anggota dewan akan berakhir, dan posisinya di parlemen bisa digantikan.
Sehingga dalam kasus ini, lima politisi ini masih menjadi anggota DPR RI. Namun statusnya tidak aktif dan menunggu keputusan partai lebih lanjut. (sumber : serambinews.com)