Padang, Analisakini.id- Kisah sahabat nabi selanjutnya adalah kisah Said bin Zaid. Ia adalah salah satu sahabat nabi yang berasal dari suku Quraisy.
Beliau bernama lengkap Said bin Zaid bin Umar bin Nufail al-Adawy al-Quraisyi.
Said dilahirkan pada 22 tahun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Ia memeluk Islam bersama dengan Fathimah, istrinya.
Bahkan berhasil mengajak seorang laki-laki dari kaum Quraisy untuk masuk Islam, yaitu Umar bin Khattab.
Sebelum memeluk Islam, Said tidak pernah menyembah berhala, memakan bangkai, atau yang lainnya. Ia bertekad mencari agama yang benar hingga memeluk Islam.
Ayahnya, Zaid, pun enggan untuk memeluk agama Nasrani saat menjelajah.
Sebagai informasi ia adalah seorang yang melakukan penjelajahan spiritual untuk mencari agama yang benar pada masa sebelum Rasulullah SAW diutus menjadi Nabi dan Rasul.
Dikutip dari buku Manusia-manusia yang Dirindukan Surga karya As'ad Muhammad, bahkan ayahnya Said pernah berkata pada seorang sahabat bahwa ia menitip salam pada Rasul jika ia belum sempat bertemu dengan Rasulullah.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad bahwa Said bin Zaid berkata pada Rasulullah:
"Sesungguhnya ayahku (Zaid) seperti yang engkau lihat dan engkau dengar tentangnya, seandainya ia bertemu denganmu tentunya ia akan beriman. Apakah aku boleh memohon ampun baginya?"
Rasulullah pun menjawab:
"Ya, mohonkan ampunan baginya, sesungguhnya dia dibangkitkan sebagai satu umat."
Tidak banyak yang mengisahkan tentang Said bin Zaid. Namun, yang perlu diketahui tentang sahabat nabi satu ini, dia selalu setia dengan Rasullah dan dikenal dengan doanya yang mustajab, selalu didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT.
Said bin Zaid adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Doa-doa sahabat nabi itu dikabulkan oleh Allah atas permintaan Rasulullah.
Said merupakan salah satu sahabat Rasul yang tidak pernah absen dalam menemani Rasul untuk berperang melawan musuh, kecuali Perang Badar. Sebab saat itu ia diutus oleh Rasulullah dalam misi pengintaian bersama Thalhah di Syam.
Dikisahkan dalam buku bertajuk 95 Kisah Su'ul Khatimah (Akhir Kehidupan yang Buruk) yang ditulis oleh Majdī Fatḥī Sayyid, Said tinggal di Dimasyq, daerah terbesar antara beberapa daerah di dalam wilayah Bilad al-Syam (Syria), setelah menyelesaikan Perang Yarmuk.
Ada seorang wanita bernama Urwi bin Uwais pada masa awal dinasti Bani Umayyah. Saat itu terjadi banjir besar yang menghilangkan tanda batas kepemilikan tanah.
Wanita ini mendzalimi Said dengan mencuri bagian tanahnya bahkan menuduhnya bahwa ia telah mengambil tanah milik wanita tersebut.
Tuduhan tersebut disebarkannya pada masyarakat luas hingga terdengar sampai telinga Gubernur Madinah Marwan bin al-Hakam. Kemudian Marwan mengirim beberapa utusan untuk menyelesaikan sengketa tanah antara Said dan Urwi.
Namun, hari-hari berikutnya, tuduhan yang dilayangkan Urwi bin Uwais semakin menyusahkan Said bin Zaid. Said yang sedari dulu hanya diam saja kini mulai angkat bicara karena tidak tahan dengan tuduhan wanita tersebut.
Said bin Zaid berkata:
"Banyak orang telah menuduhku bahwa aku telah mendzalimi Urwi binti Uwais? Bagaimana bisa aku mendzaliminya sementara aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa mengambil sejengkal tanah dengan semena-mena, maka pada hari kiamat ia akan dikalungi (dengan tanah) dari 7 lapis bumi."
Kemudian Said pun berdoa kepada Allah:
"Ya Allah, wanita tersebut telah menuduhku, aku mendzaliminya. Maka jika ia telah berbohong atas tuduhannya tersebut, butakanlah matanya. Ceburkanlah ia di sumurnya yang ia sengketakan padaku, tampakkanlah kebenaranku sebagai cahaya bagi kaum Muslimin bahwa aku tidak mendzaliminya,"
Tidak berselang lama, ternyata doa Said bin Zaid terkabul, kedua mata Urwi bin Uwais buta dan sumur menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Said pun bercerita ia melihat wanita tersebut meraba-raba tembok karena buta dan berkata:
"Aku terkena doa keburukan yang diucapkan oleh Said."
Kemudian, Urwi binti Uwais sedang berjalan di rumahnya. Ia berjalan melewati tepi sumur, lalu terjatuh ke dalam sana.
Seorang ulama besar, Imam Nawawi, mengomentari kisah ini seperti yang dikutip dari tulisan Sayyid Uthwah. Ia menyebut Said bin Zaid memang memiliki manqabah (keutamaan) berupa diterimanya doa.
Kemudian ia menambahkan bahwa mendoakan keburukan itu dibolehkan jika ditujukan pada yang berbuat dzalim dan menghina pemilik kemuliaan. (sumber: detik.com)