Ulama-ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah saat perayaan ulang tahun pertama MTI Canduang tahun 1929. |
Agam, Analisakini.id-Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang Kabupaten Agam, sudah beken sejak dulu. Banyak orang tua mengantarkan anaknya ke sana untuk menimba ilmu. Dari berbagai daerah pula lagi, hingga luar Sumbar.
Tapi belakangan, MTI Canduang itu heboh. Bahkan sangat heboh. Bukan karena pendidikan atau tempaan di sana, tapi kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dua oknum guru. Hingga kini korbannya terus bertambah, tercatat 43 orang.
Hingga kini kasus ini sedang diperiksa aparat kepolisian. Banyak pihak meminta aparat kepolisian menuntaskan kasus itu setuntas-tuntasnya agar citra positif yang selama ini melekat di MTI Canduang kembali muncul ke permukaan.
Jangan hanya karena nila setitik rusak susu sebelanga. Satu, dua atau tiga orang yang bermasalah, maka merekalah yang harus diberi sanksi tegas, jangan merembes ke institusi MTI Canduang yang sudah harum semerbak itu.
Sejarah ringkas
Pada 1907, Syekh Sulaiman ar-Rasuli gelar Inyiak Canduang pulang ke kampung halamannya di Candung setelah belajar di Makkah. Setahun kemudian, Inyiak Canduang mengadakan pengajian di Surau Baru dengan membentuk halakah sebagaimana yang umum berlaku di Minangkabau waktu itu.
Pada masa itu, para ulama Kaum Muda di Minangkabau melakukan pembaruan sistem pendidikan dari halakah menjadi madrasah dengan kursi, meja, dan papan tulis, sehingga alim ulama Kaum Tua mulai ikut memperbarui sistem pengajaran mereka, seperti Arabiyah School di Ladang Lawas pada 1918 dan Islamiyah School di Aur Tajungkang, Bukittinggi pada 1924 yang didirikan oleh Syekh Abbas Qadhi.
Pada 5 Mei 1928, Inyiak Canduang mengubah Surau Baru menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Pendirian MTI Canduang turut memunculkan MTI lain di Sumatera Barat sehingga jaringan MTI tersebut dihimpun dalam satu organisasi bernama Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) yang kemudian berganti nama menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).[2]
Pada 1957, MTI Canduang dan beberapa MTI lain melakukan perubahan kurikulum dari murni mata pelajaran agama menjadi ditambah dengan mata pelajaran umum dengan bobot antara pelajaran agama dengan pelajaran umum sebesar 70:30.
Perubahan kurikulum tersebut tetap mempertahankan kurikulum lama yang berfokus pada pengajaran kitab kuning. Pada 1961, pimpinan MTI Canduang mendirikan Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli sebagai yayasan untuk mengelola pondok pesantren tersebut.
Program studi yang wajib diikuti seluruh santri ialah program Tarbiyah yang merupakan program studi asli MTI Canduang sejak pendiriannya. Program studi ini berlangsung selama tujuh tahun. Bersamaan dengan program Tarbiyah, santri juga memperoleh program Tsanawiyah pada kelas II-IV Tarbiyah dan Aliyah pada kelas V-VII Tarbiyah dari Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dengan demikian, lulusan MTI Canduang memperoleh tiga ijazah sekaligus, yakni ijazah Tarbiyah, ijazah Tsanawiyah, dan ijazah Aliyah. Selain itu, ada program lain seperti kelas khusus bagi lulusan SMP/MTs, jurusan IPA, IPS, MAK, dan MAPK pada tingkat Aliyah, pendalaman kitab kuning, tahfiz Quran, dan kontrak prestasi dari Kementerian Agama.
MTI Canduang memiliki Ma'had Aly Syekh Sulaiman Arrasuli yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang berfokus pada pendalaman kitab-kitab kuning, terutama mengenai bahasa Arab.
Kurikulum yang diterapkan di MTI Canduang sekarang merupakan perpaduan antara kurikulum MTI dengan kurikulum dari Kementerian Agama bagi MTs dan MA. Kurikulum MTI merupakan kurikulum yang berasal dari kitab-kitab kuning dengan cakupan mata pelajaran terdiri dari tafsir Alquran, hadis, tauhid, tasawuf, nahu, saraf, usul fikih, fikih, balagah, mantik, dan tarikh
Alumni MTI Canduang sudah banyak dan ternyata melahirkan banyak tokoh pula antara lain, Arifin Jamil Tk. Solok (pendiri MTI Tarusan Kamang), Baharuddin ar-Rasuli (pengasuh MTI Canduang 1965-1971), Fachrori Umar (Gubernur Jambi 2019-2021), Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu (ahli adat Minangkabau), Izzuddin Marzuki (dekan pertama Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol 1966-1976)
Selanjutnya Joesoef Sou’yb (wartawan dan sejarawan), Makmur Syarif (Rektor Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol 2011-2015), Nashruddin Baidan (pakar tafsir Alquran), Muhammad Syarfi Hutauruk (Ketua Umum PERTI petahana dan Walikota Sibolga 2010-2015 dan 2016-2021), Sirajuddin Abbas (ulama sekaligus Menteri Kesejahteraan Umum dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa bakti dari 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955).
Lalu, Sulthani Abdullah (Ketua Perti 1930-1931, pendiri MTI Bayur),Syamsul Bahri Khatib (Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat 2010-2015). Syukri Iska (Ketua MUI Tanah Datar 2015-2020 dan Ketua STAIN Batusangkar 2002-2010), Zaidin Burhany (tokoh pembentukan Provinsi Bengkulu), Zamzami Yunus (pendiri Pondok Pesantren Ashhabul Yamin) dan lainnya.(*)