Padang, Analisakini.id-Seorang operator alat berat ditetapkan sebagai tersangka oleh tim Ditjen penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, di kawasan Pesisir Selatan.
Sebelumnya, operasi gabungan bersama Dinas Kehutanan Sumbar ini mengamankan dua orang, "EL" (60) operator alat berat dan MD (30). Setelah pendalaman, hanya EL ditetapkan sebagai tersangka.
Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan, EL ditetapkan tersangka karena terbukti mengerjakan atau menggunakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Dalam hal ini berkaitan dengan kebun sawit ilegal.
"Kami sampaikan, di samping saudara EL ini, ada pihak-pihak lain yang sedang kami dalami. Ada tersangka lain kami sedang didalami berkaitan dengan perkebunan sawit ilegal dan perambahan ini," kata Rasio saat konferensi pers, Senin (3/6).
Rasio mengatakan dari operasi gabungan ini didapat total lahan kawasan hutan produksi konservasi yang telah dirusak seluas 25 hektar. Namun tindakan kejahatan di lokasi tersebut terkait kebun ilegal telah dilakukan kurang lebih 1.000 hektar.
"Langkah-langkah ini harus kami lakukan secara tegas mengingat saat ini Sumbar sering dihadapi bencana alam, khususnya banjir. Jadi tindakan tegas harus kami lakukan untuk melindungi, mengamankan dan menyelamatkan kawasan-kawasan hutan di Sumbar ini," ujar Rasio.
Dikatakan, para pelaku kejahatan yang merusak lingkungan, kawasan hutan dan mengorbankan kehidupan masyarakat dan merugikan negara untuk mendapatkan keuntungan harus dihukum seberat-beratnya. Biar ada efek jera.
Modus dalam membuka lahan di kawasan hutan produksi konservasi yang dilakukan tersangka dengan berbagai cara. Ada dengan cara perambahan, dibakar serta pembuatan kanal-kanal.
"Di samping itu juga mereka melakukan upaya-upaya untuk kegiatan perkebunan lainnya. Maka itu, selain dikenakan pidana berkaitan pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan dengan ancaman penjara 10 tahun, kami juga penyidikan terkait dengan kerusakan lingkungan hidup dan pembakaran hutan," katanya.
Dijelaskan, pihaknya tidak akan tebang pilih dalam penanganan kasus ini. Termasuk pihak-pihak yang menghalangi penyidikan kasus dengan menyembunyikan alat bukti berupa satu ekskavator.
Satu Petugas Tewas
Dalam mengungkap kasus ini, satu petugas gabungan Ditjen penegakan hukum KLHK meninggal dunia.
Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan, petugas yang meninggal dunia ini Kepala Satuan Tugas Polhut UPTD KPHL Bukit Barisan, Haryanto.
"Diduga petugas meninggal dunia ini karena kelelahan. Kami sampaikan tantangan di lapangan, lokasi yang sangat jauh. Kami sedang mengembangkan melalui pemantauan satelit untuk memastikan kegiatan yang merusak kehutanan di Sumbar," katanya.
Terakhir Rasio mengatakan, EL dijerat dengan pasal 92 ayat (1) huruf b jo pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan (P3H), sebagaimana telah diubah dalam paragraf 4 kehutanan pasal 37 angka 16 pasal 92 ayat (1) huruf a UU nomor 2 tahun 2022 jo pasal 78 ayat (2) jo pasal 50 ayat (3) huruf a UU RI nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana diubah dalam paragraf 4 pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) jo pasal 36 angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf a UU RI No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
"Tersangka diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar," tutupnya.(dr)