Suasana pertemuan Komisi II, OPD
terkait dan Apchada, Selasa (21/11/2023) di gedung DPRD Sumbar, terkait
peternak ayam yang sering merugi. (humasdprdsb)
PADANG, ANALISAKINI.ID--Puluhan peternak
ayam yang tergabung dalam Asosiasi Peternakan Closed House (Apchada)
Sumbar, datangi DPRD Sumbar, Selasa (21/11/2023). Mereka mengadukan keadaan
mereka yang acap merugi selama empat periode panen. Mereka menduga penyebabnya
adalah bibit ayam (DOC) dan pakan yang diberikan salah satu perusahaan menjadi
penyebab kerugian tersebut.
"Kami minta DPRD bisa menjembatani permasalaham
ini dan juga mengatasi sejumlah permasalahan lain. Kami datang ke sini karena
kondisi kami 'sakit'," ujar Ketua Apchada, Marlis.
Kedatangan mereka disambut Komisi II DPRD yang
membidangi sektor ekonomi, salah satunya peternakan. Hadir pula Kepala Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, Sukarli dan perwakilan Biro Perekonomian
Serdaprov Sumbar.
Salah seorang peternak yang hadir, dalam pertemuan
tersebut, Azrul mengatakan, biaya yang mereka keluarkan untuk operasional tidak
tertutupi hasil panen. Alhasil mereka merugi. Sementara sejumlah peternak masih
pula perlu menyicil untuk hutang modal yang mereka pinjam ke bank.
Azrul menjelaskan, mereka menduga bibit ayam dan pakan
yang diberikan pada mereka tidak berkualitas. Selain itu ketentuan pakan yang
diberikan perusahaan tak sesuai dengan seharusnya.
"Misalnya untuk pakan jenis H00, harusnya
diberikan pada kami saat usia ayam hingga 11 hari. Namun ketika usia ayam sudah
lebih dari 11 hari yang diberikan pada kami masih H00. Adalagi keadaan ayam
seharusnya masih diberikan pakan jenis H11, namun yang diberikan perusahaan
pakan H12. Sementara umur ayam belum mencukupi untuk bisa mengkonsumsi jenis
pakan tersebut," katanya.
Ia mengatakan, untuk bisa memperoleh untung yang tidak
mengakibatkan kerugian seharusnya pertumbuhan ayam bisa mencapai 70 persen jadi
daging. Untuk itu, setidaknya 85 hingga 95 persen.
"Namun ini hanya 52 persen. Alhasil saya merugi
dan tak bisa bayar gaji pekerja. Kerugian saya sampai Rp120 juta. Sementara
subsidi dari perusahaan paling banyak hanya Rp7 juta," paparnya.
Menyambut pemaparan Azrul, Marlis mengatakan bukan
hanya Azrul yang mengalami kerugian. Namun juga banyak peternak ayam closed
house yang mengalami hal serupa.
"Ini sudah terjadi empat periode dan sebentar
lagi menjadi lima periode," katanya.
Menyikapi permasalahan yang dialami peternak, Apchada
tentu tak tinggal diam. Organisasi yang sudah memiliki anggota resmi sebanyak
120 peternak ini pun memperjuangkan nasib mereka.
"Namun sayangnya, perusahaan itu tidak mau
berkomunikasi dengan Apchada. Padahal, organisasi ini resmi dan pembentukan
serta keberadaannya diatur dalam peraturan pemerintah pusat dan juga ada
Pergubnya, yakni Pergub Nomor 40 Tahun 2015," ujar Marlis.
Bahkan ia menyesali ada sejumlah peternak yang mau
bergabung di dalam Apchada namun urung karena ditekan oleh pihak
perusahaan.
Kedatangan mereka ke DPRD, lanjut Marlis, membawa
sejumlah harapan. Pertama mereka meminta DPRD bisa memfasilitasi pertemuan
dengan perusahaan pemasok inti tersebut. Kedua, meminta pemerintah daerah
membentuk lembaga koordinasi dan menyosialisasikan Perda Nomor 40 Tahun
2015. Ketiga, meminta pemerintah daerah melakukan evaluasi kualitas pakan dan
DOC. Keempat, lakukan verifikasi pada kandang secara profesional.
"Jika tak layak maka stop operasionalnya,"
papar Marlis.
Kelima, menghentikan pembangunan kandang baru untuk
mencegah over populasi dan keenam, menghentikan operasional kandang milik
perusahaan inti karena menurut Marlis, setahunya perusahaan inti tak
diperbolehkan memiliki kandang sendiri.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar,
Sukarli mengatakan, telah menindaklanjuti keluhan yang disampaikan
Apchada sebelumnya. "Kami telah menguji labor pakan ternak perusahaan
tersebut. Sampel yang diambil pakan lama dan pakan baru. Hasil uji laboratorium
dari Balai Pengujian Mutu di bekasi menyatakan pakan tersebut memenuhi standar
SNI," paparnya.
Namun, dinas akan tetap mencari akar permasalahan
tersebut. Dalam wakti dekat saat panen akan diadakan uji ternak. "Akan
kami cari kebenarannya dan akan kami carikan solusi," ujarnya.
Sementara itu, untuk penghentian pembuatan kandang
baru, wewenangnya berada di dinas perizinan kabupaten/kota.
Ia menilai memang produksi ayam di Sumbar sudah
surplus atau melebihi kebutuhan. Namun memang juga didistribusikan ke provinsi
tetangga. "Kami berencana untuk agar Sumbar memiliki industri
pengelolaan ayam, seperti perusahaan Fiesta di Sumatera Utara. Sehingga
berapapun dan kapapun panen, peternak tak temui permasalahan,"
paparnya.
Sementara itu, dari Komisi II hadir Ketua Komisi II
Mochklasin dan Sekretaris Komisi II, Jefri Masrul.
Jefri juga merupakan pengusaha ternak ayam namun
dengan pola open house. "Saya sangat memahami kesulitan peternak
karena merugi. Apalagi banyak yang masih perlu membayar cicilan hutang modal ke
bank. Kami di Komisi II akan tindaklanjuti aspirasi dan keluhan ini,"
katanya.
Ketua Komisi II, Mochklasin mengatakan hal serupa.
Komisi II, kata dia, akan segera menjembatani pertemuan guna mencari sumber
permasalahan dan mencarikan solusi.
"Kami juga akan mengadakan pertemuan lanjutan
dengan dinas terkait untuk membahas permasalahan ini dengan lebih
mendetail," katanya.
Mockhlasin juga menyampaikan apresiasi dan terima
kasih pada Apchada yang telah merangkul para peternak. Selain juga telah
memberikan informasi sehingga Komisi II mengetahui ada persoalan yang dihadapi
peternak ayam closed house.
"Peternakan merupakan sektor yang menjadi
tanggung jawab Komisi II. Kami akan sikapi permasalahan ini dengan
serius," ujarnya. (n-t)