Suasana pembahasan perubahan APBD Sumbar Tahun 2023 di
Bukittinggi. (ist)
BUKITTINGGI,
ANALISAKINI.ID--Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, terus
mendalami porsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) perubahan Tahun
2023.
Ketua DPRD Sumbar Supardi mengungkapkan, meskipun terjadi defisit anggaran
ratusan miliar, DPRD Sumbar berkomitmen untuk mengoptimalkan pembangunan Sumber
Daya Manusia (SDM) dan memperkuat kapasitas tenaga pendidik.
Supardi yang juga pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumbar tersebut
saat diwawancarai, Rabu (6/9/2023), mengatakan, banyak faktor yang mempengaruhi
terjadi defisit, di antaranya kewajiban pemerintah daerah untuk menganggarkan
perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kemudian, kecilnya dana sharing pemerintah pusat pada pos Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sementara pembiayaan program kerja
daerah cukup besar.
"Meski terjadi defisit anggaran untuk menjalankan program-program
kerja pemerintah daerah, DPRD Sumbar berkomitmen untuk mengoptimalkan
pembangunan SDM dengan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas tenaga
pendidik," kata Supardi di sela-sela pembahasan APBD perubahan pada salah
satu hotel di Bukittinggi.
Dia mengatakan, Perubahan APBD Sumbar Tahun 2023 dalam kondisi tidak
bagus karena ada defisit anggaran mencapai Rp350 miliar dan penurunan target
pendapatan senilai Rp330 miliar.
Dia menyebut, kedua hal itu mengakibatkan perlunya rasionalisasi kegiatan
dan program mencapai angka Rp650 miliar.
"Ini merupakan kondisi yang kurang baik dan merupakan kejadian pertama
dari APBD Sumbar. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) yang sangat berat bagi DPRD
dan Pemprov untuk menyeimbangkan kembali APBD Perubahan Tahun 2023,"
ujarnya.
Sebelumnya, saat pengesahan perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Plafon
Penggunaan Anggaran Sementata (PPAS) Tahun 2023, Supardi mengatakan waktu
yang tersedia untuk pembahasan APBD Perubahan tersebut sangatlah sempit. Sesuai
aturan pemerintah pusat, pengesahan dan penetapan APBD Perubahan pada setiap
tahun paling lambat 30 September.
Menurut Supardi, sempitnya waktu pembahasan ini juga dikarenakan Pemprov
terlambat menyerahkan rancangan KUPA-PPAS untuk dibahas.
"Namun dalam sempitnya waktu yang tersedia itu, kami di DPRD akan
tetap mengoptimalkan pembahasan APBD Perubahan dengan sebaik-baiknya,"
ujarnya.
Dia menjelaskan, jika APBD perubahan tak bisa ditetapkan dan disahkan
paling lama 30 September nanti, maka Sumbar mau tidak mau harus melaksanakan
program sesuai APBD induk tahun 2022 tanpa perubahan.
Hal ini menurut Supardi, tidak efektif untuk percepatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat karena sejauh ini realisasi APBD induk tersebut sangat
rendah. Makanya, perlu penyusunan kembali, rasionalisasi pada APBD
perubahan.
Supardi memaparkan, secara umum ada beberapa catatan penting yang perlu
diperhatikan pemprov. Salah satunya terkait tingginya inflasi di Sumbar. Per
Juli 22 inflasi berada pada angka 8,02 (yoy) dan berada pada posisi kedua
tertinggi di tingkat nasional.
Tingginya tingkat inflasi ini disebabkan oleh empat komponen, yakni
tingginya harga cabe merah, bawang merah, tembakau dan air kemasan.
Jika memperhatikan potensi yang dimiliki Sumbar dan adanya program unggulan
pemerintah daerah di sektor pertanian dengan alokasi anggaran sebesar 10 persen
dari APBD, Supardi menilai progul yang dilaksanakan tersebut belum mampu
memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan.
"Progul tersebut perlu dievaluasi kembali kegiatan dan
sasarannya," ujar Supardi.
Catatan penting dari DPRD lainnya yakni terkait capaian realisasi belanja
daerah yang masih sangat rendah hingga 31 Juli. Rata-rata realisasi belanja
baru mencapai 36,78 persen. Rendahnya realisasi ini menunjukkan OPD tidak
sungguh-sungguh dalam melaksanakan program dan kegiatan yang sudah ditetapkan
dalam APBD Tahun 2022.
DPRD juga meminta gubernur untuk mengevaluasi pokja-pokja pada biro
pengadaan barang dan jasa secara menyeluruh, baik dari aspek profesionalitas
maupun integritasnya.
"Proses pengadaan barang dan jasa memakan waktu yang lama, sehingga
waktu untuk pelaksanaan pengerjaan tidak mencukupi," imbuhnya.
Untuk percepatan proses pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewenangan
OPD, OPD diminta untuk menyiapkan SDM yang bersertifikasi pengadaan barang dan
jasa pada instansi masing-masing.
Sesuai dengan ketentuan pasal 165 PP Nomor 12 Tahun 2019, perubahan KUA dan
perubahan PPAS yang telah disepakati, menjadi pedoman OPD dalam menyusun
perubahan RKA.
"Jadi kami mengingatkan pemerintah daerah dan OPD konsisten
mempedomani KUPA-PPAS dalam menyusun RKA," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumbar Hansastri
mengatakan, solusinya dengan menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari berbagai
sektor. Jika penerimaan PAD bisa sesuai dengan target yang ditetapkan, maka
persoalan defisit bisa teratasi.
Namun, dengan melihat pendapatan pada semester pertama 2023, ada
kemungkinan target PAD tidak akan tercapai. Hal itu karena target yang dipatok
pada penyusunan APBD sebelumnya terlalu tinggi.
Ia menyebut, kalau target capaian PAD tidak terealisasi, maka kemungkinan
harus ada sejumlah kegiatan yang harus dicoret meskipun telah direncanakan.
Hal itu agar Perubahan APBD Sumbar 2023 kembali bisa diseimbangkan dan
tidak meninggalkan hutang bagi pemerintah daerah. (n-tt-rel)