Khairul Jasmi. |
Khairul Jasmi
Pada pers, pemerintah takkan menemukan kebaikan sebanyak yang diinginkannya. Tapi pers akan datang mengantarkan pujian dan kritik ketika waktunya tiba.
Dan, pers Sumbar sudah tua. Di sana tempat ide-ide dituangkan. Ada pemred yang ditangkap, ditembak di zaman bergolak, disidang waktu order baru. Bersama mereka dicaci ketika reformasi. Dibilang tak berpengaruh di zaman kini. Bahkan disebut ditunggangi.
Semua itu letupan emosi yang tak tersusun, akan berkeping bersama waktu. Yang tinggal, pers sendiri atau bersama siapa saja akan terus mengawal kebudayaan dan gerak-gerik para elit. Jika kemudian, pers menjamur maka ketika masanya tiba, juga akan rontok satu demi satu.
Medsos disebut melibas pers, itu adalah gendang dalam tarian kolosal kontrol sosial saat ini. Tentu saja pers tak bisa menjangkau semua sudut dalam satu bangsa, di sanalah medsos memainkan perannya.
Tapi saya hendak mengatakan, pers yang kuat tidak pada banyaknya klik atau oplah, namun pada pengaruh. Pengaruh sebuah media atau organisasi pers. Lebih-lebih dalam satu barisan panjang para jurnalis.
“Bagak basamo,” kata seseorang dalam sebuah WAG. Itu gunanya kebersamaan, apalagi jika menyangkut kemaslahatan orang banyak dan tata kelola yang baik.
Kami tak pernah menyebut secara mendebarkan bahwa pers adalah pilar keempat. Para ahli politik, demokrasi dan kebangsaanlah yang menyuarakannya.
Pers membela yang bayar, itu muncul ketika kepentinganya terusik. Dan wartawan pun babak belur dihajar oknum. Tidak netral, ketika ia merasa dirugikan. Tentu saja ada prilaku yang buruk, seperti juga di profesi lain. Itu gunanya sertifikasi organisasi pers, perusaan media dan sertifikasi si wartawan itu sendiri. Itu sebabnya ada ahli pers bersertifikat. Itu juga sejak awal disadari maka ada UU pers dan kode etik.
Sikap politik dibangun atas kesamaan kepentingan. Ideologis atas kesamaan keyakinan dan pers mengetahui hal itu.
Kami adalah bilah dari perjuangan, apapun itu dan selemah apapun itu.
Jauh ke depan, kita tak tahu apa yang bakal terjadi. Bisa-bisa akan hadir negeri tanpa kata, yang ada negeri banyak mimbar tempat orang berbicara tanpa pengeras suara. Bisa jadi negeri ini akan diam. Lalu ada yang bertanya, dimana wartawan?*