Guspardi Gaus. (ist). |
Padang, Analisakini.id-Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menilai tahun 2023 merupakan tahun penentuan untuk melakukan konsolidasi demokrasi menuju pelaksanaan pemilu 2024. Dan yang tak kalah penting memastikan penyelenggaraan pemilu sebagai sirkulasi kepemimpinan di Indonesia.
Menurutnya, tahun 2022 dipenuhi berbagai dinamika politik yang menimbulkan kontroversi. Mulai dari adanya wacana perpanjangan masa jabatan Presiden yang kemudian ditolak dengan tegas oleh Presiden Jokowi bahwa beliau taat kepada konstitusi.
Kemudian Komisi Pemilihan Umum (KPU) diterpa isu tentang intimidasi kepada komisioner KPUD untuk meloloskan atau tidak meloloskan partai tertentu sebagai peserta pemilu 2024. Tidak hanya sampai disitu KPU kembali di hantam isu pelanggaran kode etik.
Di penghujung tahun 2022 dinamika politik Indonesia kembali diwarnai wacana kembali ke sistem proporsional tertutup.
Padahal sistem proporsional terbuka sudah teruji dan telah dilaksanakan sejak pemilu 2009. Artinya setelah 3 kali pemilu sistem proporsional terbuka sangat diterima masyarakat dan tidak ada masalah.
"Jadi tidak berlebihan jika tahun 2023 dapat dikatakan sebagai tahun untuk berbenah dan melakukan konsolidasi yang lebih kuat bagi seluruh stakeholder pendukung konstitusionalisme dan demokrasi," ujar Guspardi dalam sebuah seminar bertajuk" Wajah Demokrasi dan Konsolidasi Pemilu di tahun Politik" yang dilaksanakan oleh LIDMI Intelectual Forum, pada Jumat (6/1) malam.
Tampil bersama Dr. Refli Harun ( Pakar Hukum Tata Negara), Dr. Arkam Azikin ( Pakar politik Kebangsaan) serta Dr. Zaitun Rasmin (Ketua Wahdah Islamiyah), legislator asal Sumatera Barat ini menekankan Pemillu 2024 menjadi strategis, bukan hanya karena pemilu (Pileg & Pilpres) dilaksanakan pada tahun yang sama dengan pilkada, tapi pemilu 2024 menjadi momentum politik bagi pertaruhan konsolodasi demokrasi.
Politisi PAN itu mengatakan partai politik juga sudah mulai melakukan konsolidasi untuk menyatukan pandangan yang pada akhirnya akan mendeklarasikan pasangan Capres dan Cawapres yang akan diusung pada pemilu 2024.
Seperti Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB) yang digagas oleh partai Golkar, PAN dan PPP. Begitu juga Partai NasDem yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres, walau sampai hari ini belum ada kesepakatan dengan koalisinya (Demokrat dan PKS) menentukan Cawapres yang mereka setujui secara bersama.
Jika melihat peta politik saat ini, dimana sudah ada KIB, juga NasDem yang sudah mendeklarasikan Capres pilihannya. Ini merupakan bahagian dari proses pendidikan politik dan khazanah baru dalam perpolitikan di Indonesia.
Sementara PDIP sebenarnya sudah bisa mengajukan calon sendiri karena sudah memunuhi syarat Presential Treshold 20%. Tinggal Gerindra dan PKB, seandainya menemui jalan sepakat, koalisi keduanya juga bisa mengajukan pasangan calon sendiri sehingga pemilu 2024 berpotensi akan diikuti oleh 4 pasang Calon.
"Dan itu sangat bagus karena masyarakat akan bisa mempunyai banyak pilihan dalam menentukan sirkulasi kepemimpinan nasional, "ulas Pak Gaus ini.
Oleh karena itu, diharapkan pesta demokrasi 5 tahun sekali ini jangan hanya kuat secara prosedural, yang paling penting itu, kuat secara substansial. Pemilu 2024 mesti berjalan tepat waktu dengan dipenuhinya asas pemilu luber, jujur dan adil. Agar tercipta kompetisi yang sehat, partisipatif dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih legitimasi.
"Tantangan dan memastikan pemilu berjalan dengan berkeadilan untuk membentuk pemerintahan yang demokratis harus menjadi energi dan motivasi seluruh stakeholder untuk memastikan dan mengawal pemilu 2024 berjalan sukses," pungkas anggota Baleg DPR tersebut. (401)