arrow_upward

Kritik Ali Tanjung Semoga tak Berujung

Jumat, 09 Desember 2022 : 08.20

 

Effendi 

Effendi

Politisi Demokrat yang menjabat Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung, kini menjadi pembicaraan publik. Kritik pedasnya menghiasi beberapa media baik cetak maupun online. Memang mengkritik jalannya roda pemerintahan, apalagi terkait dengan mitra kerja Komisi III adalah wajar.

Bahkan mengkritik itu bagian dari pengawasan. Melakukan pengawasan adalah satu dari tiga fungsi yang dimiliki DPRD. Fungsi legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah. Fungsi anggaran, kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD) dan fungsi pengawasan, mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.

Terakhir, yang dikritik Ali Tanjung adalah soal pengelolaan GOR Haji Agus Salim Kota Padang. Dia meminta agar kawasan Gelanggang Olah Raga (GOR) Haji Agus Salim milik Pemprov Sumbar agar dikelola pihak swasta sehingga memberikan pendapatan yang optimal bagi daerah.

"Selama ini kawasan GOR Haji Agus Salim dikelola oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Sumbar, memang mereka mampu memberikan pendapatan melalui retribusi namun uang pengelolaan juga sama besarnya dengan itu," kata Ali Tanjung.

Kritik politisi Demokrat ini, tidak ada yang salah. Justru menjalankan tugas sebagai anggota DPRD dalam fungsi pengawasan. Kritik ini pun meluas dan menyebar kencang karena muncul di beberapa media cetak dan online di Sumbar.

Tiga hari sebelum 'mambae' pengelola GOR Haji Agus Salim, Ali Tanjung 'menembak' pengelola Hotel Novotel Bukittinggi. Dia juga minta pengelolaan Hotel Novotel itu segera dipihak ketigakan. Alasannya karena tidak maksimal memberikan pendapatan pada kas daerah.

Bahkan sebelum menyinggung Hotel Novotel, Ali Tanjung membidik Hotel Balairung. Dia juga meminta Hotel Balairung untuk dikelola oleh pihak ketiga karena tidak pernah memberikan kontribusi pada kas daerah.

Ya, dalam tempo waktu seminggu-dua minggu, politisi asal daerah pemilihan (dapil) Pesisir Selatan dan Mentawai ini melakoni fungsi pengawasannya sebagai anggota DPRD. Tiga 'objek' dibidik. Tujuannya rancak agar memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan kepada daerah.

Sekali lagi apa yang dilakukan Ali Tanjung adalah wajar dan memang seharusnya anggota DPRD melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Dan mengkritik adalah salah satu caranya agar yang dikritik mau berubah dan berbenah. Menjadi bahan pertimbangan bagi Gubernur untuk langkah selanjutnya.

Meski wajar mengkritik itu, di mata publik tentu beragam pula opini yang muncul. Ada yang merespon baik dan ada pula yang justru mempertanyakan. Yang merespon baik, mantap itu. Wakil rakyat harus begitu. Gas taruih.

Dan yang mempertanyakan, sering lontarkan kritik kepada pemerintah, bertubi-tubi dan dalam tempo waktu yang berdekatan, ada apa gerangan? Apakah ada udang di balik batu? Kedua pendapat yang berbeda itu, sekali lagi wajar. 

Sebenarnya nama Ali Tanjung tak sekali ini saja menjadi pembicaraan publik. Yang juga viral dan menghebohkan jagat raya Sumbar adalah pernyataannya tentang Bank Nagari. Yaitu, Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung menyebutkan sembilan bupati dan walikota menyatakan tidak setuju konversi Bank Nagari menjadi bank syariah.

"Ini resmi disampaikan Bank Nagari kepada Gubernur Sumbar, sehingga upaya konversi bank nagari menjadi bank syariah terhalang,"kata Ali Tanjung di Padang, Senin (16/8/2022) seperti dikutip dari republika.co.id.

Dalam berita itu dirincikan pula sembilan daerah yang tidak setuju konversi Bank Nagari menjadi bank syariah. Dan daerah yang setuju, dirincikan pula. 

Publik di Sumbar tahu dan sudah tercatat dalam pikirannya, bupati dan walikota yang tidak setuju konversi Bank Nagari menjadi bank syariah. Yang mana saja yang tidak setuju itu? Saya tidak akan menuliskannya di sini, karena tanpa ditulis pun, sangat gampang dicari di mbah google, karena berita serupa juga terbit di beberapa media lainnya.

Konon kabarnya, entah benar entah tidak, kepala daerah yang disebutkan Ali Tanjung tidak setuju konversi Bank Nagari itu, menelepon Ali Tanjung mempertanyakan maksud berita itu disampaikan. Ada juga, sekali lagi, masih kabarnya, berang kepada politisi Demokrat itu.

Ya bisa jadi maksud Ali Tanjung mempublis soal konversi Bank Nagari ini, baik. Dan menelusuri dimana terhambat dan kendalanya. Tetapi, jujur soal konversi Bank Nagari menjadi syariah ini adalah sensitif.

Karena sensitif itu pula, Gubernur Sumbar Mahyeldi sebagai pemegang saham pengendali (PSP) Bank Nagari yang getol soal konversi Bank Nagari, mungkin enggan mempublis soal kepala daerah yang tidak setuju itu. Mahyeldi lebih memilih, berupaya terus dan berbagai cara ditempuh untuk mewujudkannya.

Jika dipublis, masyarakat Sumbar akan tahu. Tentu dicatat dan diingat. Dan ini akan berdampak negatif kepada kepala daerah bersangkutan yang akan maju pada Pilkada 2024. Mahyeldi tidak ingin gara-gara pernyataannya-walaupun itu fakta-memberikan preseden negatif kepada kepala daerah di kabupaten/kota.

Ya, memang kritik yang disampaikan itu tak perlu memborbardir. Rancak dan bernilai pun, kalau mudaratnya lebih banyak, juga tak perlu dipublis.

Soal kritik mengkritik ini, memang cukup banyak lakonnya di DPRD Sumbar. Antara lain Afrizal (Golkar), Hidayat (Gerindra), Nurnas (Demokrat), Novrizon (Demokrat), Albert Hendra Lukman (PDIP) dan sejumlah politisi lain. 

Mereka sekali mengkritik, guncang Sumbar. Heboh dunia perpolitikan. Kritik mereka juga tajam, bernas, tapi tak bertubi-tubi. Diaturnya ritme. Dan wakil rakyat yang disebutkan itu, sukses manggung dua hingga tiga periode di DPRD Sumbar.

Politisi baru manggung? Ada juga sebutlah Muhayatul (PAN), Syaiful Bahri (PDI-P) dan sejumlah nama lain. Mereka juga mengkritik pedas. Tapi juga atur ritme. Dan nama mereka kian dikenal.

Dari PKS ada juga yang mumpumi. Tak sepertinya enggan mengkritik. Dimaklumi, Gubernur Mahyeldi, juga Ketua DPW PKS Sumbar. Mengkritik pedas, bisa dicabut tali aki mereka.

Jadi sebaiknya, janganlah sekali hajar dengan memborbardir. Walaupun ada yang setuju, tapi pasti ada juga berpendapat beda, ada maunya. Ada udang dibalik batu, begitu. Buat wakil rakyat, anggota dewan terhormat, Bapak Ali Tanjung, teruslah mengkritik. Jangan patah semangat. Sekadar saran, intensitasnya saja dikurangi. Saya berharap memang tidak ada udang di balik batu. Semoga tidak berujung. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved