Effendi |
Effendi
DI tengah banyaknya dorongan berbagai pihak meminta pemerintah daerah mempercepat realisasi anggaran agar program yang telah direncanakan segera dirasakan secara nyata oleh masyarakat, tiba-tiba ada kabar kurang mengenakkan datang dari Sumatera Barat (Sumbar).
Kabar "duka" itu adalah serapan APBD Sumbar 2022, masih rendah. Baru 58 persen. Ini, termasuk 10 daerah terendah di Tanah Air. Sementara waktu tersisa tak sampai dua bulan lagi. Hal itu berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan APBD seluruh provinsi dan kabupaten/kota oleh Mendagri, terutama dari sisi pendapatan serta belanja daerah.
Hal itu terungkap saat Gubernur Sumbar Mahyeldi bersama Forkopimda dan OPD, mengikuti rapat koordinasi bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, terkait pengendalian inflasi di daerah. Rapat digelar secara virtual, bertempat di Auditorium Gubernuran, Senin (31/10).
Serapan rendah itu tentu saja menjadi preseden buruk bagi Sumbar. Dana ada tapi tak terpakai. Di sisi lain, masyarakat sangat butuh dana untuk program peningkatan ekonomi produktif, pembangunan sarana infrastruktur baik sektor pertanian, pendidikan maupun sektor lain. Program yang sudah dirancang untuk rakyat dan kemajuan daerah dalam APBD Sumbar, kandas di tengah jalan. Tak semuanya terlaksana.
Padahal jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah meminta pemerintah daerah untuk dapat segera mengeluarkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di masing-masing daerah di Indonesia. Presiden mewanti-wanti hal ini dalam rapat koordinasi nasional pengendali inflasi 2022, pada 18 Agustus lalu.
Permintaan ini lantaran realisasi belanja APBD masih berada di angka 39,3 persen. Padahal, Jokowi menegaskan APBD merupakan salah satu hal krusial dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Tidak tanggung-tanggung jumlahnya cukup fantastis juga, belanja APBD dimaksud mencapai angka Rp193 triliun.
Permintaan orang nomor satu di republik ini dilakukan tiga bulan lalu dan hingga kini sudah memasuki awal November. Tapi bagaimana perkembangnya di Sumbar? Tetap rendah. Sepertinya permintaan Presiden Joko Widodo itu tidak ditanggapi serius. Kalau serius, tentu realisasi serapannya memuaskan.
Benar, Gubernur Mahyeldi sendiri seperti yang banyak dirilis beberapa media, terkait hal itu, menyebutkan akan segera menindaklanjuti dengan menggelar rapat dengan mengundang seluruh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk memastikan kegiatan apa saja yang belum terlaksana kegiatannya dan selanjutnya akan dievaluasi setiap minggu.
Sah-sah saja Gubernur Mahyeldi berkata demikian. Tapi apakah cukup hanya dengan itu? Rasanya dan sudah saatnya pula Mahyeldi sebagai Gubernur bertindak tegas. Mesti menerapkan reward dan punishment terhadap pimpinan OPD yang tidak becus bekerja.
Selama ini dan yang berkembang di rumah bagonjong (sebutan untuk kantor Gubernur), Gubernur Mahyeldi memang dikenal sebagai sosok yang baik. Sulit menolak permintaan orang dan diiyakan semua. Paibo. Dan benar, salah satu indikatornya, sejak dilantik menjadi Gubernur pada 25 Februari 2021, belum satu pun pejabat eselon 2 di lingkungan Pemprov Sumbar dinonjobkan.
Tipikal "nabi" yang dimiliki Mahyeldi itu, dalam konteks sebagai kepala daerah, tidak semuanya memberikan dampak positif kepada diri Mahyeldi sendiri. Sebab realitanya, sikap mulia Mahyeldi itu justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Oleh orang-orang yang berada di lingkaran Mahyeldi yang sama-sama berjuang saat Pilkada 2020 lalu. Contoh sederhananya dalam "mengkapling" jadwal harian Gubernur. Geleng- geleng kepala kita dibuatnya.
Saya masih ingat saat jadwal harian Gubernur dibagikan di grup wartawan yang pos di kantor Gubernur (sekarang tidak lagi) setahun silam. Ada yang menggelitik. Gubernur Mahyeldi nginap di Bukittinggi. Esok pagi kunker ke Pangkalan, Limapuluh Kota. Agendanya, peletakan batu pertama pembangunan masjid. Setelah itu meluncur ke Kabupaten Padang Pariaman. Di sini, ada tiga agenda Gubernur yaitu memberikan nasihat perkawinan, tausiyah dan muzakkarah, di tiga titik. Usai itu kembali ke Bukittinggi untuk hadiri rakor staf ahli dan bupati/walikota se-Sumbar malamnya.
Saya japri salah seorang tim sukses Mahyeldi-Audy yang juga masuk Tim Percepatan Sumbar Madani (TPSM) bentukan Mahyeldi soal agenda Gubernur itu. Saya bilang, seperti ini jadwal yang disusun, sama artinya "membunuh" Gubernur. Tolonglah seleksi dan atur secara proporsional jadwal harian Gubernur dengan memperhatikan aspek prioritas dan tupoksi sebagai Gubernur.
Dia terkejut. Dari ujung ke ujung?, balasnya. Apalagi melihat perjalanan Gubernur dari Bukittinggi menuju Pangkalan nun jauh di sana, lalu meluncur ke Padang Pariaman dan balik kembali ke Bukittinggi. Harusnya kalau hanya meletakkan batu pertama pembangunan masjid di Pangkalan, tanpa ada lagi agenda lain di Limapuluh Kota atau Payakumbuh, rasanya tak perlu Mahyeldi ke sana. Bisa didelegasikan kepada pejabat lain.
Apa yang dilakukan Mahyeldi itu ibaratkan mengerahkan alat berat untuk mengangkat seonggok tanah. Sekali lagi, Mahyeldi memang tidak bisa menolak. Semua diiyakan saja. Publik apalagi orang-orang sekeliling Gubernur, ring 1 atau ring 2 lah namanya, tahu tipe Gubernur Mahyeldi seperti itu. Apalagi soal dedikasi dan pengabdian, Mahyeldi itu mulai Subuh sudah bekerja. Ada ruang dan waktu sampai malam. Sangat jarang, kepala daerah seperti itu.
Sampai sekarang, masih tetap dilakoni Mahyeldi. Ada kegiatan yang levelnya kelurahan/desa dan sebenarnya cukup diresmikan camat atau pimpinan OPD Pemprov Sumbar, Gubernur pula yang meresmikan. Dan akhirnya Gubernur Sumbar disibukkan dengan kegiatan seremonial. Mulai dari nan ketek-ketek sampai nan gadang-gadang sekelasnya Gubernur ke atas.
Dan tugas sebagai top leader eksekutor pelaksanaan APBD yang harusnya fokus, kadang terabaikan oleh Gubernur. Evaluasi terhadap OPD harus betul-betul didalami secara utuh, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ada kesan melunak dan sekadar "memaklumi" saja apalagi setelah "dibalas" dengan narasi rancak, galomok dan opok-opok oleh pimpinan OPD. Adakalanya juga dalam hal ini juga di-back up oleh orang-orang lingkaran Gubernur.
Sekali lagi Gubernur Mahyeldi harus tegas. Harus mengutamakan kepentingan daerah dan rakyat Sumbar. Ganti pejabat OPD yang tak becus menerjemahkan kebijakan Gubernur yang tertuang dalam APBD. Orang-orang sekeliling yang diduga tidak benar dan melakukan intervensi, singkirkan. Tidak ada lagi kata paibo. Jangan lagi semua diiyakan.
Hal yang sama juga pernah dialami oleh Gubernur Gamawan Fauzi yang menang Pilkada langsung 2005. Tapi saat pelantikan puluhan pejabat eselon II sekitar April 2006, Gamawan bertegas-tegas menyatakan terima kasih atas dukungan tim sehingga bisa memenangkan Pilkada. "Tapi jangan ganggu kami, pemerintahan ini ada sistemnya. Bantu kami dengan memberikan masukan konstruktif agar cita-cita kita bersama saat kampanye dulu, membangun daerah dan mensejahterakan rakyat, bisa terlaksana,"
Begitu pula Gubernur Irwan Prayitno usai menang Pilkada langsung 2010. Euphorbia kemenangan berkibar kemana-mana, termasuk di rumah bagonjong dan gubernuran sehingga membuat ASN risih. Ya, berkuasa benarlah. Dan Irwan Prayitno, meski sarat pengalaman di DPR sekaligus seorang ulama dan akademisi, gagap juga di pemerintahan.
Hingga akhirnya Irwan Prayitno paham, bahwa, di pemerintahan ada sistemnya yang tidak bisa diganggu. Tinggal lagi leadership dalam mengelola ASN. Orang-orang sekeliling Irwan Prayitno yang sama-sama berpeluh dalam Pilkada, akhirnya mundur. Kecuali sosok yang benar-benar membantu Irwan Prayitno dalam merealisasikan cita-cita saat kampanye dan mengerti dunia pemerintahan.
Adanya orang-orang sekeliling ini yang diduga melakukan intervensi, juga dihembuskan oleh anggota DPRD Sumbar Nofrizon. Politisi Demokrat menginterupsi Gubernur soal ini dalam rapat paripurna DPRD Sumbar, belum lama ini.
Dia mengeluhkan proyek pembangunan terganggu oleh upaya intervensi orang-orang yang mengaku dekat dengan gubernur. Bahkan berani menjual nama anggota DPRD Sumbar yang separtai dengan gubernur.
Nofrizon tentu bukan asal ngomong. Sudah tiga periode, dia duduk sebagai anggota DPRD Sumbar. Sebelumnya adalah aktivis LSM, sepak terjangnya sudah diakui untuk membongkar hal-hal yang tidak benar sejak era Gubernur Sumbar dijabat Zainal Bakar. Badannya memang kecil dan sepintas dianggap remeh. Tapi penciumannya tajam. Antenenya tinggi. Analisisnya dalam.
Terus terang publik suka dengan Gubernur Mahyeldi. Karena paibo. Urang siak. Murah senyum. Rendah hati. Merakyat. Tapi mendengar serapan APBD yang masih rendah, tentu rakyat kecewa. Sebab di dalamnya ada "hak rakyat". Ada kue pembangunan yang akan dinikmati rakyat. Mengacu ke APBD Sumbar 2022, total belanja daerah mencapai Rp6,228 triliun. Memang di sini ada juga belanja pegawai dan transfer ke kabupaten/kota, tapi lebih banyak belanja "kue pembangunan" untuk rakyat.
Serapan rendah ini menandakan Pemprov Sumbar yang dinakhodai Gubernur lemah. Sekarang bangkitlah. Bersikap tegaslah. Seriuslah urus rakyat dan daerah. Orang-orang lingkaran gubernur yang diduga mengganggu dan intervensi? Sekali lagi, minggirlah. Berikan kesempatan Gubernur Mahyeldi untuk berimprovisasi dan berinovasi. Mau bantu juga, berikan masukan konstruktif. (*)