Hj. Nevi Zuairina. (ist) |
Jakarta, Analisakini.id-Anggota Komisi VI DPR Hj. Nevi Zuairina menyoroti pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya yang banyak dilakukan oleh perusahaan rintisan (start up). Ia meminta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk dapat menyerap masyarakat yang mengalami PHK melalui program Wirausaha Baru (WUB).
“Baru-baru ini kita sudah mendengar berita bagaimana banyaknya PHK terhadap start up, ini kesempatan pak menteri mengambil mereka dalam program WUB, wirausaha baru yang saya lihat ini programnya dari tahun ke tahun semakin turun,” ujar Nevi pada Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Koperasi dan UKM dan RDP dengan Kepala Badan Standardisasi Nasional RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2022).
Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di perusahaan startup ini muncul akibat beberapa faktor yang membuat tekanan ekonomi pada perusahaan. Faktor tersebut yakni, adanya tren naiknya suku bunga Amerika Serikat, kondisi makro yang buruk hingga efek transisi pasca pandemi serta reorganisasi sumber daya manusia.
“Banyak hal yang dapat dioptimalkan dengan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak. Karena di tiap daerah banyak pengangguran termasuk Sumbar, yang mereka tidak mau ke Kota. Karena ke kota pun juga banyak pengangguran. Pak menteri mesti menyoroti masalah ini. Sehingga ini sangat efektif sekali membantu mereka pengangguran di semua daerah,” ucap legislator dapil Sumatera Barat II itu.
Di sisi lain, Nevi juga menyoroti soal sertifikasi yang diperlukan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Ia meminta Pemerintah dalam beserta lembaga terkait lainnya untuk dapat lebih mempermudah proses sertifikasi halal terutama untuk UMKM go global. Kemenkop dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait untuk mewujudkannya.
Politisi PKS ini menyebut, target LKPP di akhir tahun lebih dari 1 juta produk. Sungguh ironi jika barang-barang yang semestinya mampu dipasok oleh sektor industri kecil milik rakyat kita sendiri justru dijejali barang impor yang telah sesuai persyaratan salah satunya SNI. Permasalahan yang dikeluhkan yaitu bahwa proses sertifikasi ruwet dan butuh biaya.
“Kami hanya menginginkan para pelaku UMKM untuk mudah mendapatkan SNI. Karena di kepala mereka itu susah pak ya, syaratnya berbelit jadi penyebaran informasinya terbatas, sertifikasi tidak merata, proses yang panjang dan berbelit, biaya pengurusannya mahal,” katanya. (ef)