arrow_upward

Senjata Makan Induk Semang

Kamis, 10 Maret 2022 : 21.47


Effendi

Belum reda persoalan Bank Nagari yang bermuara kepada memojokkan Gubernur Sumbar Mahyeldi, kini muncul lagi berita baru yang juga viral. Bupati Solok Epyardi Asda berang. Yang ditembaknya juga mengarah kepada Gubernur Mahyeldi dan Pemprov Sumbar. Ada apa ya?

Ya, soal Bank Nagari itu, gara-gara  berita pernyataan Gubernur Sumbar Mahyeldi terkait konversi Bank Nagari ke syariah. Apalagi berita yang diproduksi oleh Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Sumbar berupa relis itu, layak. Puluhan media cetak dan online memuatnya, baik yang bekerja sama dengan Diskominfotik maupun tidak.

Dalam berita relis itu, disebutkan Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi mengendus ada manajemen Bank Nagari yang tidak setuju dengan konversi ke syariah. Untuk itu, mereka diminta mengundurkan diri saja. Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan kegiatan Subuh Mubarokah bulanan ASN lingkup Pemprov Sumbar, di Masjid Raya Sumbar, Minggu (6/3/2022). 

Apakah betul Gubernur Mahyeldi menegaskan hal seperti itu? Wartawan rasanya tidak ada yang hadir pada Subuh Sajadah itu dan tentu saja tidak mendengar atau wawancara langsung dengan Gubernur. Entah rekaman dari ASN Diskominfotik yang hadir saat itu ada dan diberikan kepada wartawan. ASN Diskominfotik pula yang membuat beritanya dan dijadikan relis resmi. Karena resmi, berarti apa yang disampaikan Gubernur seperti itu, bisa jadi benar.

Namun melihat tipikal Gubernur Mahyeldi yang dikenal ramah, santun, dan murah senyum serta sabar, rasanya melihat bahasa seperti itu, tak akan keluar dari mulut Mahyeldi. Bermuara ke sana pun, tetap disampaikan secara santun. Mahyeldi lebih suka berdialog, diskusi dan diplomasi. 

Tapi entahlah, bisa jadi Subuh itu tegas sekali dan batas kesabaran memuncak sehingga keluar kalimat yang menyentakkan itu. Kalaupun ada, barangkali untuk kalangan internal saja. Bukan untuk diberitakan. Dugaan saya, Gubernur Mahyeldi juga terkejut dengan berita yang viral itu. Beliau urut dada saja, tak marah ke anak buah.

Di berbagai medsos seperti Facebook dan beberapa grup WA, berita Gubernur Mahyeldi gertak manajemen Bank Nagari, menjadi pembicaraan hangat. Pro kontra terjadi, meski lebih dominan "mambae" Gubernur. Gertak Gubernur ini seperti bola cogok yang mudah dismash oleh berbagai pihak pula.

Maka keluarlah komentar Anggota Komisi III bidang keuangan DPRD Sumbar Hidayat, lalu Irwan Afriadi dan terakhir adalah Shadiq Pasadigoe (Bupati Tanah Datar dua periode). Ulasan yang disampaikan, bernas, berdasarkan data itu sekaligus juga nendang pernyataan Gubernur Sumbar. 

Diskominfotik yang sejak tahun ini lebih total bertugas membuat rilis kegiatan yang dilakukan Gubernur dan Wagub, termasuk penyelanggaraan pemerintahan, sudah melakukan tugasnya dengan baik. Kadang sehari bisa empat atau lima rilis yang dibuat dan diteruskan ke berbagai media. Diskominfotik adalah "senjata" bagi kepala dinasnya untuk menyosialisasikan program dan kegiatan induk semangnya, Gubernur,Wagub dan Sekdaprov. Namun kali ini "ada kecelakaan". Benar, dari sisi berita, sangat bagus, tapi dari sisi dampak, sangat tidak bagus. Tapi mau apa nasi sudah jadi bubur.

Belum usai, heboh lagi. Bupati Solok Epyardi Asdi berang.  Epyardi meradang dengan pernyataan keluarnya dari Pemprov Sumbar terhadap ketidakhadiran Pemkab Solok di Rapat Koordinasi Provinsi (Rakor) Sumbar, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin-Selasa (7-8/3/2022 ). 

Pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara (Jubir) Pemprov Sumbar, sekaligus Kadis Kominfotik Sumbar, Jasman Rizal, bahwa Pemkab Solok tidak patuh, dibalas Epyardi Asda dengan tak kalah garang. Menurut Epyardi, Rakorprov bukan hal yang mutlak, dan Gubernur Sumbar mendadak raja yang harus dipatuhi oleh seluruh Pemkab dan Pemko di Sumbar.

"Rakor tingkat provinsi hanya kegiatan seremonial, dan saya sebagai bupati lebih mementingkan kebutuhan masyarakat saya dan daerah saya," ujar Epyardi.

Menurutnya, pernyataan Jasman Rizal tak patut diapungkan ke media, karena pihak Pemprov tidak pernah melakukan konfirmasi atas ketidakhadiran pihak Pemkab Solok di Mentawai.

"Jadi saya menentang keras pernyataan Jasman Rizal, apa urusan dia mengatur daerah saya, menurut saya statement yang dikeluarkannya di banyak media bukanlah kewenangan dia untuk menyudutkan satu daerah pemerintahan. Dan soal ini saya sangat menentang keras apa yang diucapkan oleh juru bicara gubernur itu," tegasnya.

Epyardi tak sekadar menangkis tapi balik menyerang dan membeberkan hal-hal lain yang bermuara negatif kepada Gubernur dan Pemprov Sumbar. Benar Jasman Rizal belakangan mengklarifikasi pernyataannya itu, tapi mau apalagi nasi sudah jadi bubur.

Padahal dikaji-kaji betul, hubungan personal Mahyeldi dengan Epyardi sangat baik. Ketika Mahyeldi dan Audy Joinaldy jadi bulan-bulanan akibat pengadaan mobnas, Epyardi termasuk yang bela Gubernur. 

"Itu orang yang iri saja sama kita Pak Gubernur, kita dipilih rakyat. Mobnas sangat penting apalagi daerah gubernur luas dari ujung ke ujung, medan berat pula di pelosok. Butuh mobnas yang kuat. Kalau tidak pakai saja mobil pribadi saya," canda Epyardi kepada Gubernur Mahyeldi saat berkunjung ke Kabupaten Solok.

Mahyeldi pun membalas, dirinya dekat dengan istri Bupati Solok, Emiko Epyardi Asda. Sama-sama kuliah di Fakultas Pertanian Unand. Mahyeldi masuk tahun 1986, Emiko tahun 1987. 

"Saya saya maju Pilwako Padang pada 2013 bersama Emzalmi yang diusung koalisi PKS dan PPP, Pak Epyardi yang menolong saya,"sebut Mahyeldi. Epyardi saat itu memang tokoh penting di PPP.

Singkat kata, hubungan Mahyeldi dengan Epyardi baik-baik saja dan sudah terbangun lama. Benar tipikal dan karakter kedua pemimpin merakyat itu jauh beda. Epyardi meski dikenal mudah marah dan temperamental tapi soal bekerja melakoni amanah rakyat jangan ditanya. Progress jelas dan memuaskan. Bagi jajarannya  merespon lambat apalagi tak suka dengan kebijakannya dalam membangun daerah Epyardi akan marah.

Dalam kasus yang arahnya menembak Gubernur Sumbar ini, kalau dianalogikan dalam peribahasa lebih ekstrim dari peribahasa "senjata makan tuan". Yaitu.... senjata makan induk semang. 

Senjata makan tuan, maknanya, untuk menasihati atau menegur seseorang, tetapi malah berbalik menyerang dirinya sendiri. Kalau dalam kasus ini, yang kena bukan dirinya sendiri melainkan induk semangnya. Makanya peribahasa yang cocok "senjata makan induk semang,".Yang jelas itu bukan pribahasa. Hanya menganalogikan apa yang telah terjadi itu.

Jadi kalau hal ini tidak diubah atau dibiarkan, bisa-bisa muncul lagi berita-berita lain yang "menembak" Gubernur Sumbar. Maukah kita? Ditanya saya, jawabnya, pasti tidak. Nah..(effendi)



Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved