arrow_upward

Ketimbang Bank Nagari Dikonversi ke Syariah, Lebih Baik Spin-Off

Jumat, 18 Juni 2021 : 18.29
Ronny P. Sasmita

Padang, Analisakini.id- Konversi PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari) dari konvensional ke syariah hingga kini masih dalam proses. Tapi masih saja menuai pro-kontra. Tidak sepenuhnya sepakat dengan rencana itu. Bahkan menguat pula wacana agar Bank Nagari melakukan spin-off, bukan konversi.

“Banyaknya perdebatan baik pro dan kontra terkait konversi Bank Nagari tidak jauh dari mempersoalkan hitung-hitungan bisnis perbankan yang kurang prospektif jika Bank Nagari dikonversi menjadi bank syariah,” ujar Pengamat Ekonomi, Ronny P. Sasmita, Kamis (17/6/2021).

Direktur Eksekutif Economic Action (EconAct) Indonesia ini menambahkan bagi sebagian kalangan, rencana konversi dianggap akan mengecilkan masa depan Bank Nagari, karena konteks pasar perbankan hari ini dan ke depannya sangat dinamis. Belum tentu bisa menerima keberadaan Bank Nagari sebagai bank syariah.

Akibatnya, sebut dia, muncul ide atau solusi untuk menyarankan spin off saja, di mana Bank Nagari sebagai bank konvensional tetap berjalan seperti biasa, sementara unit bisnis syariah pelan-pelan memperbesar diri sembari siap-siap untuk berdiri sendiri.

Ronny menilai, rencana konversi Bank Nagari menjadi Bank Syariah hanya basa-basi agar bisnis perbankan bertemu dengan fakta kalangan nasabah muslim yang masih meragukan cara kerja bank konvensional.

Menurutnya, biarkan saja Bank Nagari sebagaimana adanya hari ini, kemudian pemerintahan yang baru sebaiknya membuat sesuatu yang baru yang benar-benar berdasarkan ekonomi syariah itu sendiri.

“Ekonomi syariah yang dimaksud atau bisa dibuat itu misalnya capital venture syariah atau koperasi syariah per kabupaten dan kota yang anggotanya jelas, dan ekosistem bisnis syariah lainnya,” tambah Ronny.

Dijelaskan, kehadiran bank syariah di manapun di dunia, bukan karena keberhasilan sintetik dari proses dialektika perbankan sebagai tesis dan syariah sebagai antitesis, lalu perbankan syariah sebagai sintesis.

Kehadiran bank syariah lebih karena faktor pasar yakni besarnya potensi nasabah dan pembiayaan bisnis di kalangan muslim, yang sebagian masih meragukan perbankan konvensional sebagai tempat menyimpan dana, mendapatkan dana, atau tempat berinvestasi produk-produk keuangan.

Dengan kata lain, kalau memang benar-benar ingin bersyariah di sektor keuangan, maka tidak ada istilah bank syariah, karena lembaga perbankan itu sendiri sejak kelahiranya memang tidak akan cocok dengan prinsip syariah.

Afrizal.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Sumbar Afrizal juga menyatakan hal senada. Secara pribadi dirinya belum bisa menyetujui konversi Bank Nagari dari bank konvensional menjadi bank syariah. Alasannya karena terlalu banyak risiko. Peluang dan kemajuan selama ini pun ikut terbuang.

"Di tengah proses yang belum selesai tersebut, Bank Nagari dinilai lebih baik tidak menghilangkan versi bank konvensional dengan melakukan konversi. Namun cukup melakukan spin off dengan membuka 'anak perusahaan' berupa Bank Nagari Syariah,' katanya seperti dikutip dari Singgalang, edisi 18 Maret 2021.

"Sejauh ini saya menilai lebih baik kita bikin saja versi keduanya, yakni ada bank nagari konvensional namun ada juga bank nagari syariah. Ini lebih bagus," ujar Afrizal.

Pemerintah pusat saja, lanjut Afrizal, tidak menghilangkan versi bank konvensional pada bank yang merupakan BUMN. Lalu mengapa Sumbar harus menghilangkan versi konvensional pada bank BUMD? 

"Contoh BNI konvensional ada, BRI dan Bank Mandiri juga. Untuk versi syariah juga ada. Versi syariah kemudian digabung menjadi satu yakni BSI (Bank Syariah Indonesia) agar lebih kuat. Keduanya ada untuk menangkap semua peluang, baik konvensional maupun syariah. Kita seharusnya bisa belajar dari sini," ujarnya. 

Dia menegaskan dirinya tidak menentang atau anti terhadap syariah. Namun Afrizal menilai alangkah lebih baik jika keduanya ada yakni bank nagari konvensional dan bank nagari syariah. Dengan begitu semua peluang dan potensi bisa digali. Hal ini lebih baik karena mengingat keberadaan BUMD salah satunya adalah untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) berupa deviden. 

"Kita bikin dua-duanya, direksinya dibedakan. Silakan mereka berpacu untuk mengembangkan bank masing-masing. Jika berkembang keduanya tentu akan sangat baik sekali untuk Sumbar," ujar Afrizal. (***)


Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved