Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si |
Padang, Analisakini.id-Anggota DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus bersyukur dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Surat Bersama Tiga Menteri (SKB) yang mengatur tentang seragam di sekolah.
"Sebagai umat beragama, saya menyampaikan ucapan syukur kepada Allah. Terima kasih kepada Mahkamah Agung (MA) yang telah merespon upaya hukum yang dilakukan masyarakat Sumbar," kata Guspardi Gaus, Jumat (7/5/2021).
Diketahui, Guspardi Gaus termasuk tokoh Sumbar yang getol mengkritisi dan menolak SKB tiga menteri. Bahkan saking kerasnya mengkritik dan memints SKB 3 menteri itu dicabut, sampai-sampai mikrofonnya dalam rapat paripurna DPR, dimatikan oleh pimpinan DPR.
Politisi PAN ini mengkritisi SKB tiga menteri itu karena tidak bijak dan berpotensi memicu kontroversi. Kebijakan yang diterbitkan bersama oleh Mendikbud, Menag dan Mendagri disebabkan satu kasus merupakan sikap pemerintah yang gagal paham dalam menyikapi persoalan dan sangat berlebihan.
Kini setelah MA membatalkan SKB ini, Guspardi Gaus meminta pemerintah untuk mematuhi keputusan yang telah ditetapkan oleh MA. Dia sudah mendengar Mendagri akan mematuhi keputusan itu.
"Saya minta agar setiap kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah ataupun pejabat ke depan, harus secara hati-hati," kata anggota Komisi II DPR ini.
Sebab, Indonesia adalah negara hukum, masyarakat sudah cerdas. Oleh karena itu, segala sesuatunya tidak boleh mengedepankan kekuasaan. Akan tetapi harus arif dan bijaksana dalam menyikapi apapun.
Ia menegaskan, seharusnya pejabat negara menjadi teladan dalam penegakkan hukum. Manakala mengeluarkan putusan dan kebijakan, harus mengacu pada aturan yang lebih tinggi apakah bertentangan atau tidak.
"Kalau seandainya bertentangan, jangan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum itu," sambungnya.
Menurut Guspardi Gaus, dibatalkannya SKB tiga menteri juga atas kesadaran hukum masyarakat Sumbar. Yaitu dengan tidak melakukan demo dan anarkis, tetapi justru mengambil langkah hukum, dan kini diterima oleh MA.
Ke depan, kata Guspardi Gaus, kewenangan pengaturan dan tata cara berpakaian di sekolah ini harusnya cukup diatur oleh pemerintah daerah, bukan oleh pemerintah pusat.
Karena pemerintah daerah yang lebih memahami kultur adat budaya dan kearifan lokal di masing-masing daerahnya.
Menurut dia, yang tidak boleh itu adalah pemaksaan bagi siswa yang berlainan keyakinan untuk memakai atribut tertentu di luar keyakinan agama yang dianutnya.
"Masak masalah pakaian diurus juga oleh Kementerian. Berikan kebebasan sesuai kearifan lokal. Kita ini negara Bhineka Tunggal Ika," tambah Guspardi Gaus.
Menurutnya, pada usia sekolah lah para siswa harus dituntun, dibimbing, dan diarahkan agar tidak melanggar cara berpakaian yang diajarkan agama, bukan malah membebaskan.
"Untuk menuntun dan membimbing itu, harus dengan menganjurkan dan memerintahkan, ini kan enggak. Kita menganjurkan saja tidak boleh," tutur Guspardi Gaus. (***)