arrow_upward

Indonesia Menuju Tsunami COVID-19 Macam India? Prediksi Epidemiolog Lebih Gawat

Kamis, 06 Mei 2021 : 22.56

 


Jakarta, Analisakini.id-Tiga warga Banten terkonfirmasi positif virus COVID-19 strain India, B.1.6.1.7 dan strain Inggris, B.1.1.7. Temuan ini memunculkan kekhawatiran Indonesia akan mengalami nasib seperti India. Epidemiolog bahkan menggambarkan, di Indonesia, dua strain virus ini akan menyebabkan kekacauan lebih parah daripada di India.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten dr Ati Pramudji Hastuti mengungkap satu kasus paparan B.1.1.7 strain Inggris berada di Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang. Sementara, dua kasus B.1.6.1.7 strain India menjangkit di Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan.

Seperti dikutip dari voi.id, Ati menjelaskan dua pasien di Tangerang Selatan terpapar virus corona strain India dari anaknya yang tinggal di Jakarta. Sementara pasien di Tangerang tertular virus corona strain Inggris dari perjalanannya ke Arab Saudi.

Dua pasien Tangerang Selatan kini tengah dirawat di Rumah Sakit Hermina. Sementara, "kasus di Kabupaten Tangerang menjalani isolasi khusus, dengan dipantau pihak Puskesmas karena bergejala ringan," kata Ati, Rabu (5/5/2021).

Satgas COVID-19 telah mengambil sampel dari rekan dan keluarga para pasien yang diduga memiliki kontak erat. "Tindakan sudah dilakukan follow tracing pada kontak erat untuk dua strain tersebut," Ati.

Kebobolan

Sikap pemerintah yang masih terbuka dengan kedatangan warga negara asing (WNA) dipertanyakan. Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menyebut strain India ataupun Inggris setidaknya masuk ke Indonesia sejak satu atau dua bulan lalu.

"Kalau menurut probabilitas, setidaknya dalam satu dua bulan ini sudah ada karena kita bukan negara yang menutup. Termasuk di India ini kan juga lama. Dari Oktober, meledaknya April," kata Dicky, Kamis (6/5/2021).

Perkiraan Dicky cocok dengan apa yang disampaikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hari ini, Kamis, 6 Mei. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut saat ini ada 59 pelaku perjalanan dari India yang telah masuk ke Indonesia dan positif Covid-19.

Dari jumlah itu, 49 orang adalah warga negara India. Sementara, sepuluh lainnya merupakan warga negara Indonesia (WNI).

"Seperti diketahui bahwa dari periode 28 Desember 2020 hingga 25 April 2021 kita mendapatkan 59 kasus positif dari para pelaku perjalanan dari negara India," tutur Nadia dalam sebuah video berisi keterangan pers.

Menurut Nadia, 26 dari 49 warga India yang positif COVID-19 telah diambil sampelnya untuk dilakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS). Hal itu dilakukan untuk mengetahui virus apa yang menjangkiti mereka.

"Kita saat ini masih menanti hasil pemeriksaan spesimen-spesimen ini baik yang positif kaupun spesimen yang menjadi sampel pada periode sebelumnya," kata Nadia.

Penyebaran virus corona varian baru di Indonesia

Selasa (4/5/2021), satu hari sebelum pengumuman tiga kasus di Banten dan pengumuman tentang 59 pelaku perjalanan India, Kemenkes juga mengumumkan apa-apa saja virus corona varian baru yang sudah masuk Indonesia. Ada B.1.1.7 strain Inggris, B.1.6.1.7 strain India.

Strain lainnya adalah B.1.3.5.1 Afrika Selatan (Afsel). Siti Nadia Tarmizi yang juga menjabat juru bicara vaksinasi Kemenkes mengatakan tiga strain inilah yang menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara dunia. Mobilitas manusia jadi pemicu sebaran tiga varian itu.

“Varian yang digolongkan dengan varian of concern atau VOC yang diwaspadai itu ada tiga jenis yaitu B.117, B.1351, dan varian B1617. Varian B.117 ini diketahui memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi sekitar 36 sampai 75% dibandingkan dengan jenis virus yang beredar sebelumnya,” kata dia, dalam konferensi pers virtual.

Varian Inggris, B.1.1.7 merupakan yang paling banyak dilaporkan di negara-negara dunia. World Health Organization (WHO) mencatat berbagai peningkatan kasus hingga 49 persen terkait sirkulasi varian B.1.1.7 di Asia Tenggara.

Situs Kementerian Kesehatan merinci sebaran tiga varian virus corona itu di Indonesia.

Varian jenis B.1.6.1.7: Satu kasus di Kepulauan Riau dan satu kasus di DKI Jakarta

Varian jenis B.1.1.7: Dua kasus di Sumatera Utara, satu di Sumatera Selatan, Banten (1 kasus), Jawa Barat (5), Jawa Timur (1), Bali (1), Kalimantan Timur (1)

Varian jenis B.1.3.5.1: Satu kasus di Bali.

Bisa lebih gawat dari India

Indonesia berpotensi mengalami tsunami COVID-19 sebagaimana yang dialami India. Ada sejumlah hal yang menunjukkan kemungkinan itu. Pertama secara perilaku.

Indonesia dan India memiliki perilaku yang sama, baik pemerintah maupun masyarakatnya. Selan itu, kluster dan kasus-kasus yang tak teridentifikasi. Hal ini yang jadi bom waktu.

"Yang disebut bom waktunya tuh itu. Ibarat bom waktu dia siap meledak karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi ini akan membuat kelompok paling rawan di masyarakat itu makin terekspos," kata epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman ,Kamis (6/5/2021).

Akibat sebaran virus corona varian baru di Indonesia bisa lebih gawat daripada di India. Dicky mengatakan, dalam beberapa hal India lebih maju.

Soal positivity rate, misalnya. Tes massal India sempat mencapai angka positivity rate 5 persen. Hal ini akan berdampak pada seberapa besar ledakan kasus yang terjadi di Indonesia nantinya.

"Bahkan pada beberapa kasus Indonesia ada yang lebih mengkhawatirkan. Antara lain, misalnya, Indonesia belum pada level sebaik India pada test positivity rate," Dicky.

"Kita belum pernah kan selama pandemi. India pernah. Itu juga yang membuat mereka jumawa kan pada waktu itu," tambahnya.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi ini. Pertama, menggencarkan strategi 3T dan vaksinasi.

"Harus dilakukan dengan sangat optimal. Setidaknya memadai, tapi konsisten. Komitmennya tinggi. Jangan mengendur, berpuas diri," Dicky.

Kedua, memperbaiki perilaku pejabat publik beserta publiknya sendiri. "Perilakunya jangan lebay. Jangan ada euforia. Harus terus jaga 5M."

"Lalu yang terakhir, soal varian baru, ya. Jangan menyepelekan varian baru. Di India itu, varian baru berperan. Jadi itu yang harus kita ambil pelajaran."

Apa yang terjadi di India?

Hari ini, Kamis pagi, 6 Mei, India baru saja kembali memecahkan rekor kasus harian COVID-19 dengan catatan 412.262 ribu kasus per hari. Kementerian Kesehatan India mengumumkan, dengan penambahan ini, catatan kasus COVID-19 India telah mencapai 21,1 juta di sepanjang masa pandemi.

India juga mencatat 3.980 kematian dalam waktu 24 jam terakhir. Jika ditarik ke seluruh masa pandemi, artinya sudah 230.168 orang di India meninggal karena COVID-19.

India tengah mengalami masa berat. Gelombang kedua menghantam mereka sejak satu bulan belakangan.

Kabar buruknya, India belum akan mencapai puncak gelombang kedua dalam pekan-pekan ke depan. Ini menimbulkan kekhawatiran soal sistem kesehatan.

Sejak berminggu-minggu lalu, rumah sakit India kewalahan dengan jumlah pasien yang terus berdatangan. Banyak pasien yang akhirnya terpaksa dirawat di jalan atau dipulangkan.

India juga mengalami krisis pasokan oksigen. Bantuan Amerika Serikat (AS), Prancis, Rusia, Inggris, serta banyak negara lain nampak tak mampu mengimbangi kebutuhan. Seorang pejabat pemerintahan mengatakan kepada AFP, India masih butuh bantuan oksigen dalam jumlah banyak.

Dan bagian paling buruk dari ini adalah fase lanjutan, yakni gelombang ketiga. Saat gelombang kedua berhasil diatasi, India harus bersiap menghadapi gelombang ketiga. Penasihat sains pemerintah, K. Vijay Raghavan mengatakan, dengan segala hal-hal celaka yang terjadi hari ini, ujian bagi India masih jauh dari selesai.

"Gelombang ketiga tak bisa dihindari melihat betapa tinggi virus yang beredar. Namun, belum jelas kapan gelombang tiga ini akan terjadi. Kita harus bersiap menghadapi gelombang baru itu," tutur Raghavan. (***)


Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved