Anggota DPR Nevi Zuariana memberikan sambutan saat penyerahan sembako pada panti asuhan. |
Jakarta, Analisakini.id-Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina memperhatikan Sepanjang kuartal pertama tahun 2021 Pemerintah Jokowi sudah melakukan Impor di beberapa komoditas pangan. Ini perlu menjadi bahan evaluasi bersama, sehingga ada perbaikan yang lebih baik untuk masa berikutnya.
Nevi mengutip, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang Kuartal I tahun 2021 Pemerintah sudah melakukan impor gula sebanyak 1,93 juta ton, 379.910 ton garam, 669.730 ton kedelai, 379.910 ton jagung, dan 53.536,9 ton bawang putih.
"Kebijakan impor yang dilakukan Pemerintah seperti tidak punya cara lain untuk mengendalikan harga," kata Nevi Zuairina menanggapi hal tersebut.
Nevi paham Pemerintah harus mengendalikan harga kebutuhan pokok khususnya menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tapi coba jangan mengandalkan impor untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok, karena itu bisa merugikan khususnya bagi industri kecil.
Legislator asal Sumbar ini mengatakan, Pemerintah harus mencari akar penyebab dibukanya impor komoditas pangan.
"Apakah karena dari hulunya yang perlu dibenahi seperti memastikan tersedianya bahan baku lokal dan mesin produksi yang memadai. Atau jangan-jangan karena adanya perbedaan data ketersediaan komoditas pangan di tanah air!", tutur Anggota Komisi VI DPR ini.
Politisi PKS ini menjelaskan, perlu ada tindakan yang selaras antara regulasi yang ada dengan tindakan di lapangan berkaitan persoalan tata niaga pangan ini.
"Pemerintah juga harus tegas terhadap pihak yang melakukan penimbunan komoditas pangan. Hal tersebut sesuai dengan amanah Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang melarang pelaku usaha menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.", jelas istri Gubernur Sumbar periode 2010-2021, Irwan Prayitno ini.
"Jika terbukti ada yang melakukan penimbunan, Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas sebagaimana yang diamanahkan Pasal 107 UU Perdagangan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).", tutup Nevi Zuairina. (***)