arrow_upward

Revisi UU Pemilu Ambisi Parpol atau untuk Kepentingan Rakyat?

Kamis, 18 Februari 2021 : 20.00
Wawako Padang Hendri Septa memberikan sambutan dalam acara sosialisasi empat pilar kebangsaan oleh Anggota DPR, Asli Chaidir. (givo)

Padang, AnalisaKini.id-Saat ini di DPR sedang hangatnya dibicarakan terkait revisi UU Pemilu. Pro kontra masih terjadi. Para pengamat dan pakar politiknya ikut memberikan pemikiran yang beragam. Ada yang menyatakan perlu direvisi dan ada pula yang bilang, belum saatnya.

"Dilematis memang saat ini. Karena itu, anggota DPR perlu mendalami dan perespon suara masyarakat, kemana arah mayoritas. Sebab, revisi UU Pemilu itu ada dua sisi, apakah ambisi parpol atau untuk kepentingan rakyat. Masukan dan pendapat hadirin diharapkan terkait ini," sebut Anggota DPR, H.M. Asli Chaidir belum lama ini di Nanggalo, Padang.

Dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan tersebut, Asli menjelaskan kalau memang perlu dilakukan revisi, untuk apa tujuannya, pertimbangannya apa pula dan berbagai hal lain mesti diperhatikan.

Tentunya, dalam mengambil keputusan atas perlu tidaknya revisi UU Pemilu, Asli sebagai anggota DPR merasa perlu untuk mendengarkan pertimbangan pertimbangan dari masyarakat luas, terutama dari daerah pemilihan. Bagi Aslis pendapat masyarakat Sumbar penting untuk menjadi pertimbangan saat membahas UU Pemilu.

"Lantas perlukah revisi UU Pemilu? Pertanyaan ini sangat sulit, karena UU Pemilu yang disusun seharusnya tidak berhenti pada bagaimana menghasilkan pemilu yang demokratis, melainkan juga harus sampai pada pemilu yang dapat menghasilkan atau terbangunnya pemerintahan yang demokratis dan stabil agar dapat melakukan pembangunan dengan baik," terangnya.

Menurut Asli, sejak pemerintahan Orde Baru, pelaksanaan pemilu 1999, design dan penyelenggaraan pemilu tidak lepas dari kritik dan kekurangan kekurangan. Revisi UU Pemilu, seolah menjadi aktivitas 5 tahunan bagi DPR, dengan tujuan untuk memperbaiki sistem kepemiluan dan penyelenggaraannya. Meski kalau dilihat seksama, revisi UU Pemilu yang dilakukan selama ini terkadang hanya bersifat tambal sulam semata.

Kemudian, perubahan UU Pemilu yang dilakukan setiap lima tahun sekali menyebabkan kebingungan pada banyak pihak, baik pada penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan tentunya masyarakat sebagai pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Beberapa pakar politik bahkan memberikan saran agar UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 sebaiknya tidak dilakukan revisi, tetap menjadi acuan untuk pelaksanaan pemilu berikutnya. Dengan begitu, penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan masyarakat bisa lebih jernih melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu.

"Saya kira, dengan pandemi Covid-19 yang kita hadapi saat ini, tentunya juga harus menjadi pertimbangan kita dalam melakukan revisi terhadap sebuah UU," sebut Anggota Komisi VIII DPR itu.

Dalam acara yang dihadiri pengurus LKAAM, KAN dan Aisyah Kecamatan Nanggalo itu, ikut juga memberikan sambutan Wawako Hendri Septa, Camat Nanggalo Fuji Astomi dan tokoh masyarakat Nanggalo, Darmadi. (***)


Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved