arrow_upward

Selama Pandemi Covid-19, Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Meningkat di Sumbar

Senin, 25 Januari 2021 : 18.16

Besri Rahmad.

Padang, AnalisaKini.id- Kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Sumatera Barat (Sumbar) selama 2020 meningkat. Peningkatan kasus ini dipicu oleh masa pandemi Covid-19 yang mulai melanda di daerah ini pada Maret 2020.

"Banyak tantangan yang dihadapi perempuan seperti, kehilangan pekerjaan pokok utama dari pasangan yang dialami istri maupun suami sehingga memang tidak ada penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarga. Dan ini berawal krisis ekonomi yang berdampak terhadap kekerasan psikologis,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Sumbar, Besri Rahmad, Senin (25/1) di Padang.

Kemudian, perempuan harus bekerja di rumah sehingga pekerjaan harian bertambah. Misalnya, pekerjaan di sektor pabrik terpaksa dibawa ke rumah bercampur dengan pekerjaan rumah tangga. Hal ini menjadi beban ganda yang cukup berat yang dihadapi perempuan sehingga tingkat stres itu semakin tinggi.

"Inilah ini kemudian memicu terjadinya pertengkaran karena hanya masalah kecil di rumah tangga. Salah satunya, persoalan tidak ingin berbagi peran di rumah oleh pasangan suami istri," sebutnya.

Besri juga menyebutkan di tengah pandemi ini, dengan adanya imbauan belajar di rumah, berdampak kepada peserta anak didik. Secara psikologis, anak didik mulai bosan belajar di rumah terus dalam waktu cukup lama dan rindu belajar di sekolah, ketemu guru dan kawan-kawan.

Kondisi ini bisa memicu adanya 'upaya melawan' orang tua dan buntutnya orang tua akan marah hingga ada yang sudah mengarah kepada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Apalagi kondisi orang tua yang juga terdampak pandemi yang berpengaruh kepada emosional tak terkendali.

Besri menjelaskan dari 85 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada UPTD PPA selama 2020, 71 kasus merupakan kasus kekerasan terhadap anak atau 83,5 persen. Kasus kekerasan pada anak ini yang terbanyak adalah kekerasan seksual pada anak yaitu 37 kasus. Pelakunya kebanyakan adalah orang-orang terdekat korban seperti orang tua, paman/kakek, tetangga dan teman dekat.

Lalu kasus pemenuhan hak anak (PHA) sebanyak 18 kasus. Kasus ini terkait dengan kelanjutan sekolah korban, sekolah tidak bersedia menerima kembali siswa, khususnya korban kekerasan seksual. Korban yang sedang dalam proses peradilan hingga akibat perceraian orang tua mereka sehingga tidak dinafkahi lagi oleh kepala rumah tangganya.

Sebagai langkah antisipasi, pihaknya terus meningkatkan sosialisasi dan memperkuat fungsi organisasi perempuan di tengah masyarakat. Kemudian juga layanan.

Selama 2020, pihaknya memberikan 227 layanan, mulai layanan pendampingan oleh psikolog, pendampingan hukum, konseling, mediasi, pemulangan korban dan rujukan. Layanan psikolog dilakukan atas permintaan UPPA Polres ataupun dinas terkait di kabupaten/kota untuk membantu menyelesaikan kasus yang ada maupun untuk pemberian saksi tenaga ahli.

"Semua layanan yang dilakukan untuk membantu korban, keluarga korban dan pihak-pihak yang terkait dalam menyelesaikan kasus-kasus yang ada," kata Besri. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved