arrow_upward

Ini Lima Sikap PB PGRI soal Jilbab di SMKN 2 Padang

Minggu, 24 Januari 2021 : 23.34

 


Jakarta, AnalisaKini.id- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengeluarkan pernyataan sikap atas polemik kewajiban siswi nonmuslim memakai jilbab di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang.

PB PGRI meminta masyarakat menyikapi masalah ini secara bijak agar tidak mengganggu proses pembelajaran.

Ada lima pernyataan sikap yang ditandantangani Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi dan Sekjen Ali H Arahim tertanggal 24 Januari 2021. Berikut isinya :

1. Di Kota Padang, kewajiban siswi muslimah memakai jilbab tertuang dalam Instruksi Wali Kota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005, yaitu saat Fauzi Bahar menjadi wali kota Padang selama dua periode 2004-2014. Hanya, bagi siswi nonmuslim sifatnya anjuran bukan wajib.

Fauzi menilai kebijakan ini merupakan kearifan lokal dan wujud toleransi antarpemeluk agama.

2. Kepala SMKN 2 Padang telah meminta maaf atas kekeliruan dalam memahami dan melaksanakan kebijakan di atas di sekolahnya.

"PGRI berharap masyarakat menerima permintaan maaf tersebut," kata Unifah.

PGRI juga mengimbau semua pihak menyikapi secara bijak persoalan ini sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah tersebut dan demi menjaga keharmonisan di masyarakat.

3. Di masa yang akan datang, kami mohon dalam membuat peraturan daerah terkait dengan 'seragam' atau aturan lainnya, mempertimbangkan dan menghormati keberagaman latar belakang agama dan budaya peserta didik.

4. Kasus ini menjadi pelajaran bagi kepala sekolah, dan guru agar kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari. Pendidik tidak boleh memaksakan kehendak terhadap peserta didik dan orang lain.

"Guru harus menunjukkan sikap unitaristik dan menjadi teladan dalam penumbuhan sikap asih, asah, dan asuh," tegas Unifah.

5. PGRI juga mengimbau guru-guru di seluruh Indonesia mengembangkan praktik-praktik pendidikan yang sesuai nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal seperti toleransi, gotong-royong, persatuan, dan kesatuan.

Dengan demikian kebinekaan suku, budaya, bahasa, dan agama, menjadi modal sosial untuk kemajuan dan persatuan komponen bangsa. Bukan sumber konflik pertikaian dan perpecahan.

"Guru harus menjadi faktor terwujudnya kohesi sosial yang teduh, aman, dan damai," pungkas Unifah Rosyidi.(***)


Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved