arrow_upward

Sosok Aman Datuk Madjoindo, Kakek Komjen Boy Rafli Amar, Sastrawan Top Penulis 'Si Doel Anak Betawi'

Sabtu, 26 Desember 2020 : 10.17

 

Komjen Boy Rafli Amar ternyata cucu sastrawan besar, Aman Datuk Madjoindo.


Jakarta, AnalisaKini.id
- Inilah sosok Aman Datuk Madjoindo, sastrawan besar kakek Komjen Boy Rafli Amar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sosok Aman Datuk Madjoindo menjadi sorotan setelah Komjen Boy Rafli Amar digadang-gadang menjadi calon Kapolri.

Ternyata Aman Datuk Madjoindo ini adalah sastrawan pencipta tokoh Si Doel Anak Betawi.

Cerita ini pada tahun 1970-an diangkat ke layar putih oleh Sjumandjaja yang kemudian dijadikan dasar cerita sinetron pada dasawarsa 1990 di RCTI dengan judul "Si Dul Anak Sekolahan I—IV."


1. Menikah dua kali


Dikutip dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Aman Datok Madjoindo lahir di Supayang, Solok, Sumatra Barat tahun 1896.

Aman meninggal di Surukan, Solok, Sumatra Barat tanggal 6 Desember 1969.

Berdasarkan keterangan dalam riwayat hidup yang ditulisnya, sejak 25 Februari 1947—8 September 1969, diperoleh informasi bahwa ia mempunyai seorang anak laki-laki dari perkawinannya yang pertama bernama Rusli.

Karena ia bercerai dengan istrinya, anak itu dibawa istrinya ke Malaysia.

Dari perkawinannya yang kedua, Aman mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Sitti Damsiar yang memberinya cucu 10 orang.


2. Belajar di Sekolah Bumiputera


Aman bersekolah di Inlandsche School 'Sekolah Bumiputera' tahun 1906—1911.

Dia bercita-cita menjadi pengarang dan juga ingin menjadi redaktur dan penerjemah buku anak-anak ke dalam bahasa Melayu.

Karena keinginannya itu, ia mengikuti kursus bahasa Belanda sore hari di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara).

Pada waktu mengikuti kursus itu, ia tinggal di rumah ibu Sarimun di Meester Cornelis agar dekat dengan tempat kursus jika ia pulang malam.

Setelah lulus kursus, Aman diangkat sebagai redaktur, yang memberinya banyak kesempatan untuk menyadur, menerjemahkan, dan mengarang.

Meskipun dia bekerja sampai malam, tetapi masih sempat melanjutkan kursus bahasa Belanda sampai mendapat Diploma Klein Ambtenaars Eeksammen 'ujian pegawai rendah' dan melanjutkan lagi ke Breuscursus.


3. Menjadi guru dan penulis di Balai Pustaka


Aman menjadi guru di Solok tahun 1912—1914 dan guru Kelas II di Sulit Air, Padang tahun 1914—1919.

Tahun 1919 Aman merantau ke Jakarta dan bekerja di toko buku.

Akan tetapi, karena suatu hal, ia keluar dan bekerja di Tanjung Priuk, sebagai kuli.

Tahun 1920, Aman bekerja di Balai Pustaka yang pada waktu itu masih bersatu dengan Kunstring 'kesenian' di Gondangdia Lama bersama dengan Nur Sutan Iskandar sebagai Maleische Redactuur 'Redaksi Bahasa Melayu'.

Dia berkenalan dengan staf redaksi yang lain, seperti Tulis Sutan Sati, Sutan Muhammad Zein, dan Sutan Pamuntjak yang menurutnya banyak mempunyai andil dalam perjalanan kariernya sebagai pengarang.

Aman mengakhiri tugasnya di Balai Pustaka tanggal 30 Juni 1958.

Akan tetapi, keesokan harinya ia mulai bekerja di Penerbit Djambatan yang dipimpin oleh Sutan Pamuntjak.


4. Menulis Si Doel Anak Berawi


Aman Datuk Madjoindo adalah karyawan yang rajin, tetapi kurang memperhatikan kesehatan.

Sebagai akibatnya, ia sakit paru-paru dan harus dirawat di Sanatorium Cisarua, Bogor.

Tahun 1927 ia mengambil cuti istirahat di Solok, kampung halamannya yang secara kebetulan mempunyai kesejukan udara yang sama dengan Cisarua.

Akan tetapi di Solok pun ia tetap tidak dapat beristirahat, sehingga ketika ia habis masa cutinya, baru mulai bekerja lagi, beberapa bulan kemudian ia jatuh sakit, dan harus dirawat kembali di Sanatorium Cisarua.

Karena terdorong oleh keinginannya mengisi majalah mingguan Pandji Poestaka, setelah keluar dari Sanatorium Cisarua, ia mengarang cerita anak-anak dengan tema, anak betawi asli yang tidak mau bersekolah dan hanya mengaji saja.

Dalam cerita tersebut digambarkan anak-anak Betawi yang hanya mengaji, tertinggal dari anak-anak luar Betawi.

Cerita anak Betawi tersebut kemudian diberi judul Si Doel Anak Betawi yang ditulis selama tiga bulan dengan menggunakan dialek Betawi.

Dalam pendahuluan buku cerita tersebut, dia memberi alasan digunakannya dialek Betawi yaitu, untuk memperkenalkan dialek Betawi kepada orang luar Betawi baik di Jakarta maupun luar Jakarta.

Dialek itu muncul terutama pada saat perjodohan dan perkawinan.

Aman melanjutkan cerita Si Doel Anak Betawi yang kemudian menjadi Si Doel Anak Djakarta dengan judul Perboeatan Doekoen (Si Doel Anak Sekolahan II).

Karya-karya Aman lain di antaranya: Anak Desa, Tjota-tjita, Desa Jongen, Srigoenting, Pak Djanggoet dan Boedjang Bingoeng, Apakah tu 300 TEka-teki?, Koentoem Melati dan Poetri Larangan.

Selain sebagai pengarang, Aman juga bekerja sebagai penerjemah.

Buku Kembar Enam adalah terjemahan Aman bersama Sutan Pamuntjak dari buku karya John Kieviet.


Komjen Boy Rafli Amar Calon Kuat Kapolri


Nama Komjen Boy Rafli Amar menguat bersama dua nama jenderal polisi lain, yakni Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono serta Kabaharkam angkatan 1989, Komjen Pol Agus Andrianto.

Komjen Boy Rafli Amar dan dua jenderal bintang tiga ini diunggulkan dari percaturan argumen calon Kapolri.

Seperti diketahui, pencalonan Kapolri ini mengikuti prosedur baku melalui pertimbangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri (Wanjakti).

Informasi yang beredar di media, Wanjakti saat ini tengah menggodok 10 nama perwira tinggi dengan pangkat Komjen sebagai calon kandidat Kapolri.

Enam orang di antaranya merupakan komjen di internal Polri dan empat lainnya bertugas di luar struktur Polri.

Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti, Minggu (20/12/2020) mengatakan, Jenderal (Pol) Idham Azis akan pensiun pada 1 Februari 2021.

Sementara, batas pensiun bagi anggota Polri adalah 58 tahun.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengaku telah mengantongi nama calon Kapolri yang akan diusulkan ke Jokowi.

Meski begitu dia tidak menyebut nama kandidat tersebut.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 11 ayat (6) huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.

"Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky, Sabtu (19/12/2020).

Poengky menuturkan, pihaknya telah menerima masukan dari sejumlah pihak soal nama-nama calon Kapolri.

"Kami menerima masukan-masukan dari internal Polri dan eksternal Polri, termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan purnawirawan Polri tentang kriteria kapolri di masa depan," ujarnya seperti dikutip Kompas.com.

Kompolnas selanjutnya akan menyaring nama-nama perwira tinggi Polri yang memiliki prestasi, integritas, dan rekam jejak yang terbaik.

Hal itu dilakukan dengan merujuk Pasal 11 ayat (6) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal ini menyebutkan bahwa calon kapolri adalah perwira tinggi yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

Setelahnya, Kompolnas akan menyerahkan lebih dari satu nama calon untuk dipilih Jokowi.

Nantinya, berdasarkan hak prerogatif presiden, beliau akan memilih, dan mengirimkan nama calon kapolri yang dipilih presiden untuk disetujui DPR.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penunjukkan tersebut secara tidak langsung mengubah bursa calon Kapolri ke depannya.

Menurut Neta, peluang jenderal bintang dua Polri untuk masuk dalam bursa calon Kapolri telah tertutup usai penunjukkan tersebut.

"Padahal sebelumnya ada salah satu dari tiga jenderal bintang dua polri yang disebut sebut akan menjadi bintang tiga dan masuk dalam bursa calon Kapolri, yakni Irjen M Fadil (Kapolda Metro Jaya), Irjen Lufthi (Kapolda Jateng), dan Irjen Dofiri (Kapolda Jabar)," kata Neta dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).

Neta menuturkan pergantian Kepala BNN yang terlambat 23 hari dinilai sebagai strategi untuk mengulur waktu agar mengunci masuknya jenderal bintang dua untuk bisa ikut dalam bursa calon Kapolri.

Jika melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.

Saat ini setidaknya, ada 3 orang nama Komisaris Jenderal (Komjen) yang diunggulkan dari percaturan argumen, salah satunya Komjen Boy Rafli Amar. (sumber:surya.co.id)



Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved