arrow_upward

Soal PAP Waduk Koto Panjang, Andre Pertanyakan Hak Sumbar ke Menteri BUMN dan PLN

Senin, 03 Agustus 2020 : 09.00
Andre Rosiade.
Padang, AnalisaKini.id - Anggota Komisi VI DPR asal Sumbar Andre Rosiade mempertanyakan hilangnya hak Sumatra Barat terkait pajak air permukaan (PAP) waduk Koto Panjang  kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan direksi PT PLN. Soalnya, setelah mengumpulkan masukan dan aspirasi tokoh, Sumbar sangat dirugikan dengan keputusan tersebut.

“Kami sudah banyak dapat masukan dan aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumbar. Apalagi terkait ‘hilangnya’ 11 nagari di Limapuluh Kota untuk pembuatan waduk tersebut. Tentunya ini sangat merugikan masyarakat Sumbar,” kata ketua DPD Partai Gerindra Sumbar itu, Minggu (2/8/2020).

Membaca kepentingan masyarakat Sumbar, kata Andre, sampai hari ini juga masih dirugikan dengan keberadaan waduk untuk PLTA Koto Panjang yang digunakan sebagian besar untuk menerangi Provinsi Riau tersebut.

“Saya akan minta keadilan, agar Sumbar tak dirugikan. Setiap hujan lebat, banjir selalu melanda warga di sekitar waduk,” sebut ketua harian DPP Ikatan Keluarga Minang (DPP) itu.

Andre menyebutkan, Senin (9/8) dia akan mempertanyakan hal ini kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan direksi PLN. Dia akan berjuang maksimal agar Sumbar jangan sampai kehilangan haknya.

“Kami akan berjuang secara resmi melalui DPR agar masalah ini cepat selesai dan tuntas,” kata Andre Rosiade.

Andre juga berharap, Gubernur dan DPRD Sumbar lebih keras memperjuangkan hal ini. Karena, waduk Koto Panjang adalah pusat pembangkit PLN yang terletak di Kampar, Riau. Namun, waduknya terhubung langsung dengan masyarakat Limapuluh Kota. “Kami ingin semua berjuang bersama-sama,” kata Andre,

Yang menjadi masalah dari hal ini adalah,  sebelumnya PAP dari PT PLN Rp3,4 miliar itu dibagi dua untuk Riau dan Sumbar. Namun, keluarnya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri nomor 973/2164/KEUDA tanggal 5 Mei 2020 tentang Penyelesaian Pajak Air Permukaan PLTA Koto Panjang membuat pajak itu semuanya masuk ke Riau.

Bahkan, menyikapi persoalan adanya istilah "pitih sanang" atau uang senang dari PAP waduk Koto Panjang, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyatakan, istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena sangat melukai hati rakyat Sumbar.

"Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu dan rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami Pemprov Sumbar telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat. Baik secara tertulis maupun upaya lainnya kita lakukan ke Kemendagri,” katanya.

Dia menyebut, surat ke Kemendagri sudah diproses dengan melampirkan semua dokumen pendukung sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar.  “Kami harapkan masyarakat Sumbar baik di ranah dan di rantau, untuk sementara tenang dulu, percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat " ujar Irwan.

Seperti dikutip diberbagai media di Riau yang menyatakan, berakhir sudah masanya Sumbar makan uang senang dari pajak air permukaan (PAP) waduk Koto Panjang, membuat DPRD Sumbar tersentak dan tersinggung.

Marahnya anggota DPRD Sumbar yang dimulai dari pernyataan Nurnas diberbagai media yang kemudian dilanjutkan rapat di Komisi III yang dipimpin oleh Afrizal, menyimpulkan PRD Sumbar sangat menyesalkan pernyataan tersebut berasal dari anggota DPRD Riau yang seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang.

“Melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 11 nagari di Limapuluh Kota. Bagaimana masyarakat Sumbar berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut,” kata Nurnas. (***)
Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved