arrow_upward

Tidak Mau Jadi Pemerintah

Rabu, 15 Juli 2020 : 19.13

Oleh  Faldo Maldini

Sudah lebih dari dua ribu titik kami kunjungi di Sumatera Barat sejak delapan bulan yang lalu. Masuk di Bayang, Surantih, Tapan, sampai Silaut Pesisir Selatan. Memutar Kabupaten Agam singgah di Kubang Putiah. Tanah Datar, Pasaman, Pasaman Barat sampai Sasak.

Kemudian Kota Bukittinggi di tiga kecamatan, Padang Panjang, Solok, Dhamasraya, sampai ke sudut-sudut nagari di Solok Selatan dan Sijunjuang. Saya menemukan kesimpulan yang berbeda dengan apa yang selama ini diyakini oleh banyak orang.

Saya merasa kata "government" disalahartikan di Indonesia, yang mana kita biasanya menerjemahkannya menjadi "pemerintah". Kata "to govern" diterjemahkan menjadi "memerintah". Orang yang duduk menjadi pejabat dari nagari sampai gubernur adalah orang yang memerintah. Warga pun harus ikut perintah gubernur sampai walinagari.

Kami sempat tinggal satu tahun di London, Inggris. Sedikit banyak saya tahu bagaimana negara bekerja di sana. Mereka membayangkan "government" tidak terlalu sama dengan kita di Indonesia. Setiap orang ikut berkontribusi bagi kemajuan daerahnya. Tidak ada orang yang merasa diperintah, lebih daripada itu mereka dengan penuh kerelaan untuk berbuat yang terbaik bagi negaranya.

Tanpa mengurangi rasa hormat pada pendahulu, saya rasa kata "pemerintah" ini kurang cocok untuk Sumatera Barat. Saya tidak menemukan satupun orang Sumbar yang mau diperintah. Setiap orang punya kedaulatan atas dirinya. Di sini, kita mengenal "kok santiang ambo dak kabatanyo, kok kayo ambo dak kamaminta". Orang Minang punya otoritas penuh terhadap dirinya.

Di sini, kami mengatakan tidak ingin menjadi pemerintah. Gubernur adalah orang yang mengurus, mengelola, dan melayani induk semangnya. Siapa induk semangnya Gubernur? Pertama, seluruh warga Sumatera Barat. Kedua, Walikota dan Bupati di seluruh Sumatera Barat. Ketiga, walinagari sampai kapalo kampuang di seluruh Sumatera Barat. Silakan, ilmuwan-ilmuwan politik yang cemerlang di Sumatera Barat memberikan koreksi bila saya keliru.

Kami tentunya tidak ingin juga menjadi gubernur yang memerintah. Tidak ada potongan juga kami untuk memerintah Bapak-Ibu semuanya. Lebih cocok saya menjadi pengurus, pengelola, atau pelayan bagi Bapak-Ibu semuanya. Jadi, saya ingin menjadi orang yang mengurus, melayani, dan mengelola kebutuhan Bapak-Ibu dan kawan-kawan semuanya.

Kami belum pernah punya pengalaman memerintah, namun kami punya banyak pengalaman mengurus orang. Kami pernah jadi pengurus mahasiswa selama berkuliah di UI. Ketika kuliah di Inggris, kami pernah menjadi pengurus mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Mulai dari mencarikan tempat tinggal sementara ketika baru sampai di negeri orang yang dinginnya menusuk tulang, sampai mengurusi kasus-kasus kenakalan remaja.

Setelah dunia kuliah, kami pernah menjadi pengurus kader sampai Ketua Umum di partai politik. Kami pernah menjadi pengurus orang yang menjalankan usaha-usaha kami. Kami pernah punya pengalaman menjadi pengurus komisaris-komisaris di Garuda Indonesia.

Kami  memohon kesempatan untuk mengurus kampung halaman, bersama dengan bapak dan ibu semuanya. Tidak lah layak, Faldo Maldini yang sepantaran adik, anak, dan cucu Bapak-Ibu ini memerintah orang-orang tuanya sendiri. Saya ingin menjadi pengurus untuk membalas budi atas kepada kampung halaman kepada kehidupan saya hari ini. Maju tidaknya Sumatera Barat, tergantung kemauan kita bersama mengurusnya.

Kami tidak ingin banyak berjanji. Yang pasti, kami ingin menerjemahkan kata "Government" menjadi "Pelayan", "pengurus", dan "pengelola", bukan menjadikannya sebuah lambang keangkuhan yang membuat kami lebih tinggi dan lancang untuk memberikan perintah kepada orang-orang yang kami hormati dan sayangi. Sudah selayaknya, anak mengurus orang tuanya.

Salam hormat

Faldo Maldini
Anak Warga Sumatera Barat
Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved