arrow_upward

Hidupkan Lampu Kita, Jangan Matikan Lampu Orang

Senin, 29 Juni 2020 : 13.09
Muhammad Nur Idris Sati Bagindo
Oleh :
Muhammad Nur Idris Sati Bagindo

Minggu keempat akhir Juni ini, suhu politik pilkada di Sumbar mulai naik. Nama-nama yang akan maju pada kontestan Pilkada Sumbar dan 13 Pilkada kabupaten/kota lainnya, mulai diapungkan secara berpasangan oleh partai politik yang akan mengusung, diluar jalur perseorangan yang sudah lebih dahulu deklarasi.

Dari 14 Pilkada di Sumbar, hampir semua incumbent atau petahana yang dulu menjabat kepala daerah atau wakil kepala daerah kembali maju. Dari informasi terakhir tidak ada kepala daerah dan wakilnya yang maju kembali bersama.

Ada yang maju kepala daerah saja karena pecah kongsi atau berbeda haluan dengan wakilnya, ada juga yang maju wakil kepala daerah karena kepala daerahnya sudah dua kali menjabat.

Banyak pengamat menyebutkan pasangan petahana memiliki peluang kemenangan lebih besar dibanding penantangnya.

Pilkada yang diikuti petahana cenderung memberikan insentif elektoral kepada mereka, karena itu tak heran kalau mau jujur, partai politik cenderung menempatkan petahana sebagai pilihannya untuk diusung.

Namun sejarah juga mencatat, ada juga petahana yang kalah dalam pilkada di daerah Sumbar. Pilkada 2015 contohnya, Ismet Amzis petahana di Bukittinggi bisa dikalahkan oleh pasangan Ramlan Nurmatias dan Irwandi. Kota Solok Irzal Ilyas kalah oleh wakilnya Zul Elfian.

Kemudian Pilkada 2018, Ali Yusuf di petahana di Sawahlunto bisa dikalahkan oleh pasangan Deri Asta. Hendri Arnis petahana yang dianggap kuat di Padang Panjang bisa dikalahkan oleh Fadly Amran.

Pilkada itu seperti langit yang tak bisa diduga, tak tahu kapan mendung dan hujan yang akan datang, tak tahu apa pelangi tengah menanti di balik gelap. Kata teman saya, mendung di Bukittinggi bisa saja hujan di Payakumbuh. Artinya dalam pilkada sesungguhnya petahana itu bisa lanjut periode kedua dan adakalanya kalah.

Menurut penulis, petahana itu diuntungkan dari segi sosialisasi dan program kebijakan, karena dia maju di saat masih menjabat. Programnya dijalankan sudah sesuai dengan dokumen perencanaan pembangunan (RPJPD, RPJMD, Restra, Renja SKPD dan RKPD). Dan semunya sudah diatur dalam perundang-undangan termasuk dalam Perda, termasuk pembiayaan anggaran diatur sudah diatur dalam APBD.

Bicara sosialisasi dan kampanye petahana, sudah tentu akan menyampaikan apa yang sudah dibuat dan akan dibuat dari sisa jabatan yang tertuang visi dan misi dalam RPJMD yang sedang berjalan. Kalau ia akan maju sekali lagi sudah pasti membicarakan program lama yang masih tertinggal dan akan dibuat ke depan.

Jadi adalah wajar petahana bercerita kerja yang sudah dibuat dan penghargaan yang diterima sebagai bukti kerja selama kepemimpinannya untuk menarik perhatian pemilih.

Berbeda dengan penantang yang akan menjual program dan kegiatan dengan model baru namun tetap dalam koridor dokumen perencanaan daerah.

Pengalaman penulis selama ini, selalu melihat apapun bentuk program visi dan misi calon kepala daerah, pasti akan mengacu dan dituangkan kepada RPJPD, RPJMD, Restara, Renja SKPD dan RKPD.

Betapun bagusnya program tentu akan disesuaikan dengan kemampuan daerah, kecuali calon terpilih bisa lebih hebat mencari dana daerah PAD dan lobi pusat diluar besaran yang ditetapkan oleh dana perimbangan pusat yang menjadi jatah masing-masing daerah.

Idealnya visi dan misi yang disampaikan calon silahkan disosialisakan kepada masyarakat. Petahana mungkin menggunakan hasil kerja yang sudah dilakukan sebagai media kampanye.

Penantang menyampaikan model lain yang lebih menarik dari program yang sudah dilakukan oleh petahana. Masyarakat sudah cerdas untuk memilih, mana yang sesuai dan bisa masuk dalam akalnya. Jujur kalau penantang ini menang dan maju pada periode kedua sudah pasti akan berbuat seperti ini. Adatnya seperti itu!

Masyarakat yang akan memilih petahana atau penantang sudah pasti akan melihat apa yang mereka rasakan dan menjadi harapan. Kalau petahana tidak nampak apa yang dikerjakan selama menjabat, maka disitu celah akan dimasukkan isu-isu titik lemah oleh penantang.

Dalam demokrasi hal ini menjadi biasa saja,  kalau saja isu-isu yang dikembangkan tidak dalam bentuk kebencian,  fitnah, dan hoax langsung kemasyarakat pemilih atau di media massa.

Dalam berbagai diskusi dan perkenalan yang penulis lewati bersama calon yang maju hampir semuanya memaparkan program dan narasi kebijakan yang terstruktur dan menggoda hati pemilih.

Namun dalam mengkampanyekan kadang kala salah oleh tim sukses, narasi dan gaya berbeda “angek pulo tadah pado galeh”. 

Slogan calon santun, jujur, amanah dan berakhlak mulia. Tapi kampanye oleh tim tidak sesuai dengan slogan yang berbicara demokrasi. Majulah dengan baik dalam mencari simpatik, Ibarat kata orang tua-tua “Hidupakanlah lampu kita, tapi jangan matikan lampu orang”. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved