arrow_upward

Pilkada Serentak yang Pas Itu Kapan?

Minggu, 31 Mei 2020 : 21.20

Effendi

Effendi

Perdebatan dan silang pendapat terkait kapan jadwal yang pas terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020, hingga kini terus berlanjut.

Meski sudah disepakati Komisi II DPR, Mendagri dan penyelenggara Pemilu dalam rapat kerja virtual, Rabu (27/5/2020), pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020, tapi sejumlah pihak dan bukan sembarang orang pula, berharap Pilkada itu ditunda hingga 2021.

Mendagri Tito Karnavian dalam rapat virtual dengan Komisi II DPR mengatakan, memang sampai saat ini tengah menghadapi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tapi pihaknya punya strategi dalam pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020.

Adapun strateginya, lanjut Tito, adalah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan KPU terkait protokolernya. Misalnya pelantikan PPK dan lain-lain.

Bahkan juga tim Kemendagri juga akan membantu dengan turun langsung ke desa-desa sebagaimana yang dilaksanakan dalam proses pembagian Bansos. Misalnya pendaftaran calon tidak harus rombongan. Pengundian nomor urut bisa secara virtual.

"Dan kampanye bisa dilakukan dengan menghindari kampanye akbar misalnya menggunakan kampanye media,” ungkapnya seperti dikutip dari analisakini.id.

Tidak saja itu, proses pelaksanaan pemilihan pun, Tito menjelaskan, pihaknya akan meniru negara-negara lain yang sukses menggelar Pilkada di saat pandemi. Mungkin juga waktu kampanye yang bisa dipadatkan. Dalam pemungutan suara misalnya penambahan bilik. Petugas menggunakan masker dan sarung tangan. Masyarakat juga dibagikan masker dan sarung tangan.

Begitu benarlah, Mendagri Tito Karnavian memberikan penjelasan di hadapan Komisi II DPR. Lengkap, rinci dan jelas pula tahapan yang dilakukan Kemendagri dalam menyukseskan Pilkada serentak yang ditunda dari 9 September ke 9 Desember akibat bencana nasional nonalam, wabah Corona melanda negeri ini.

Komisi II DPR setuju dengan usulan pemerintah agar pemilihan kepala daerah (pilkada) tetap digelar pada 9 Desember 2020. "Komisi II DPR bersama Mendagri dan KPU setuju pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat.

Tetapi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Nyalla Mahmud Mattalitti memberikan tanggapan berbeda. Katanya, pemerintah sebaiknya melakukan kaji ulang keputusan tersebut mengingat Kemenkes dan gugus tugas dari BNPB belum pernah menyatakan wabah ini berakhir.

"Sampai hari ini masih banyak daerah, baik provinsi maupun kota/kabupaten masih dalam zona merah. Bahkan kurvanya belum menurun. Malah di sebagian daerah menunjukkan tren naik. Itu dari sisi wabah itu sendiri. Belum dari sisi kualitas pilkada apabila diselenggarakan dalam situasi dimana pandemi belum dinyatakan berakhir. Ini penting untuk dikaji secara mendalam, termasuk apa urgensinya harus dipaksakan tahun ini?" ungkap La Nyalla, dalam keterangan tertulis, Kamis (28/5/2020).

La Nyalla pun mengambil contoh di Jawa Timur kemarin, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi menyatakan khawatir Kota Surabaya bisa menjadi seperti Kota Wuhan, China. Hal itu karena penyebaran di Surabaya terlihat sangat cepat dan 65% angka kasus COVID-19 di Jawa Timur disumbang dari Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik yang mana kota-kota tersebut akan menggelar Pilkada.

"Indonesia tidak akan terancam bubar hanya karena pilkada ditunda. Sebab sudah ada mekanisme bila masa jabatan kepala daerah berakhir, bisa ditunjuk pelaksana tugas untuk menjalankan pemerintahan daerah," katanya.

Dalam dinding akun Facebooknya (30/5), Guru Besar IPDN, Djohermansyah Djohan menuliskan, Pilkada di 270 daerah diputus tak ditunda ke tahun muka (2021). Juni ini tahapan yang terhenti gara-gara Corona dilanjutkan kembali, walaupun akhir pandemi belum pasti. Rabu, 9 Desember 2020 hari nyoblosnya.

Dia mengatakan Pilkada itu sebetulnya soal ritual demokrasi biasa. Digelar secara berkala. Bila ada bencana lazim ditunda. Kalau tidak, bisa merepotkan panitia penyelenggara. Bisa pula menyusahkan peserta yang akan berlaga, kecuali petahana. Dan yang paling berbahaya bisa membuat pemilih tak bersemangat ke bilik suara.

"Sebenarnya dengan menunda pilkada kita tidak hanya menyelamatkan tergradasinya kualitas pilkada, tapi juga bisa memperbaiki kelemahan sistem dan segenap prosesnya. DPR bersama DPD dan pemerintah di masa penundaan bisa menambal bolong-bolong pilkada, mulai dari pendaftaran pemilih sampai ke penghitungan suara," tulis Djohan.

Lantas opsi mana yang mesti diikuti? Karena yang bersuara berseberangan dengan kesimpulan rapat Komisi II DPR dengan Mendagri dan penyelenggara pemilu, banyak pula hingga sampai ke daerah.

Tidak ada bencana nasional nonalam seperti wabah Corona yang melanda seluruh provinsi di republik ini, maka Pilkada serentak 2020 yang sudah jauh hari ditetapkan dilaksanakan pada 9 September 2020. Tahapannya pun sudah dirancang sedemikian rupa. Tapi wabah Corona yang mengguncang dunia, menyerang Indonesia hingga akhirnya diputuskan menjadi bencana nasional nonalam.

Banyak yang kena imbas, termasuk pelaksanaan Pilkada disepakati ditunda. Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2020. Pada Pasal 201A ayat (1) disebutkan pemungutan suara serentak ditunda karena terjadi bencana nonalam. Pada ayat (2), berbunyi pemungutan suara serentak ditunda dilaksanakan pada Desember 2020.

Sedangkan ayat (3), kembali ditegaskan, dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir, melalui mekanisme yang ditetapkan. Ini artinya, kalau tidak memungkinkan dilaksanakan pada 9 Desember 2020, maka Pilkada mau tak mau, ditunda kembali.

Sebelum diambil keputusan final, pendapat Ketua DPD dan Guru Besar IPDN dan diyakini ada beberapa pakar lain perlu dipertimbangkan. Kondisi daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak benar-benar didalami dan libatkan pihak yang ahli terkait tren wabah Corona.

Daerah yang kasus Corona-nya menurun dan mulai masuk zona hijau, Pilkada serentak bisa dilakukan 9 Desember 2020. Sebaliknya, yang masih naik dan masih zona merah sebaiknya ditunda hingga 2021.

Dengan kata lain, tolak ukurnya melihat trend dan tentu saja dikaji mendalam terkait dengan kasus Covid-19  di daerah yang melaksanakan Pilkada serentak. Ada 270 daerah yang menggelar Pilkada, sembilan di antaranya untuk gubernur, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

Bagi provinsi yang masih merah, maka disarankan Pilkada ditunda hingga 2021, termasuk kabupaten/kota di provinsi yang juga menggelar Pilkada, juga ditunda sehingga di provinsi ini tetap digelar Pilkada serentak.

Sebaliknya bagi provinsi sudah mulai masuk zona hijau, maka dilihat dulu persentase daerah kabupaten/kota-nya yang menggelar Pilkada. Jika banyak zona merah, maka Pilkada ditunda. Jika banyak zona hijau, tetap dilaksanakan pada 9 Desember dengan catatan pada kabupaten/kota yang masih merah, harus mendapat perhatian ekstra.

Jika provinsi tidak menggelar Pilkada, hanya kabupaten/kota saja, tetap pedomani kondisi daerah masing-masing. Masih merah tunda, mulai hijau, laksanakan 9 Desember.

Langkah ini ditempuh agar pemilihan gubernur/wagub, bupati/wabup, serta walikota/wawako tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Semoga saja. (***)
Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved