arrow_upward

115 Juta Orang Indonesia Rentan Kembali Miskin

Kamis, 30 Januari 2020 : 15.21

 

Ilustrasi kemiskinan. (sumber. detikcom).

Jakarta, AnalisaKini.id- Tingkat kemiskinan Indonesia mengalami penurunan yang berarti. Cukup banyak dari penduduk Indonesia yang sudah keluar dari jurang kemiskinan. Namun bukan berarti mereka terbebas dari kemiskinan.

Bank Dunia dalam laporannya berjudul Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class menilai masyarakat Indonesia yang sudah keluar dari garis kemiskinan masih rentan untuk kembali miskin. Setidaknya, kerentanan itu ada pada angka 115 juta orang.

Bank Dunia mencatat selama 15 tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam mengurangi tingkat kemiskinan yang sekarang berada di bawah 10%. Selama periode itu kelas menengah Indonesia tumbuh dari 7% menjadi 20% dari total penduduk atau sekitar 52 juta orang.

Namun yang perlu diperhatikan adalah masyarakat miskin yang baru saja keluar dari garis kemiskinan. Jumlahnya mencapai 45% dari penduduk Indonesia atau sebanyak 115 juta orang.

Bagi mereka yang baru keluar dari garis kemiskinan jika tidak memiliki kemampuan untuk masuk menjadi kelas menengah besar kemungkinannya kembali lagi menjadi miskin. Oleh karena itu Bank Dunia merekomendasikan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang tepat guna mendorong mereka masuk ke kalangan menengah.

"Permintaan dari kelas menengah dapat mendorong pertumbuhan. Mereka adalah sumber dari hampir setengah total pengeluaran rumahtangga di Indonesia. Selain itu, mereka juga berinvestasi lebih banyak dalam sumber daya manusia. Dengan kebijakan yang tepat untuk memperluas kelas menengah dapat membuka potensi pembangunan Indonesia dan mendorong Indonesia menjadi negara erpenghasilan tinggi," kata World Bank Acting Country Director untuk Indonesia, Rolande Pryce di Energy Building, Jakarta, Kamis (30/1).

Menurut Pryce, untuk mendukung jutaan orang yang memiliki aspirasi untuk menjadi bagian kelas menengah, Indonesia perlu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dengan upah yang lebih baik. Lalu didukung oleh sistem yang kuat untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan jaminan kesehatan universal.

Sebagaimana diwartakan detikFinance hal itu memerlukan perbaikan lingkungan usaha dan investasi pada infrastruktur. Selain itu, yang juga akan diperlukan adalah perluasan akses jaminan sosial untuk perlindungan dari guncangan kesehatan dan ketenagakerjaan yang mengikis keuntungan ekonomi dan peluang mobilitas ke atas bagi jutaan orang yang ingin masuk dalam kelas menengah.

Tanggapan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini Omnibus Law bisa menjadi penangkalnya. Sri pun pun sepakat, untuk mencapai kelas menengah, mereka yang baru saja keluar dari garis kemiskinan memang memerlukan pekerjaan dengan gaji yang mumpuni.  

"Ya pada dasarnya yang disebut middle class adalah mereka yang bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang baik. Karena itu kita memikirkan bagaimana menciptakan lingkungan untuk mengembangkan lapangan pekerjaan," tuturnya di Energy Building, Jakarta, Kamis (30/1).

Selama ini menurutnya Indonesia selalu terkendala masalah regulasi yang panjang dan berbelit. Alhasil investasi sulit terealisasi. Padahal investasi yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan.

"Apakah Omnibus Law menjadi salah satu yang mendorong kelas menengah? Ya jelas iya. Karena tujuannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan," tambahnya.

Draf RUU Omnibus Law saat ini tengah dimatangkan oleh pemerintah sebelum digodok bersama DPR RI. Namun belakangan sering menimbulkan polemik, khususnya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Sri Mulyani menilai apa yang terjadi sebenarnya lantaran seluruh pihak membaca draf lama yang belum mengalami perubahan. Dirinya berharap seluruh pihak sabar menanti selesainya seluruh Omnibus Law yang berjumlah 4 undang-undang. "Naskah yang beredar bukan naskah yang official. Toh kita belum sampaikan ke DPR," tutupnya. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved