Ketua DPRD Sumbar, Supardi, beserta
sejumlah pembicara saat bimtek Peningkatan Kapasitas Pemangku Kebudayaan Kota
Payakumbuh, Senin (4/12/2023) di Hotel Tripletree, Bukittinggi. (ist)
BUKITTINGGI,
ANALISAKINI.ID--Di zaman sekarang ini, tantangan untuk membuat generasi muda memahami dan
mengamalkan nilai adat dan budaya semakin sulit. Hal ini dikarenakan banyak tantangan
yang menjadi pengalihan dari nilai-nilai tersebut, di antaranya seperti
konsumsi teknologi dan kecenderungan kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian
generasi muda.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD
Sumbar, Supardi, saat menjadi pembicara dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek)
Peningkatan Kapasitas Pemangku Kebudayaan Kota Payakumbuh, Senin (4/12/2023) di
Hotel Tripletree, Bukittinggi.
Bimtek bertemakan "Implementasi
Peradilan Adat, Mengaktifkan Kembali Hakim dan Polisi adat" tersebut,
berlangsung selama tiga hari, 3 hingga 5 Desember. Bimtek tersebut dilaksanakan
dengan menggunakan dana pokok pikiran (pokir) Supardi sebagai wakil
rakyat.
Hadir sebagai peserta Bimtek tersebut,
perwakilan Kerapatan Adat Nagari (KAN), ninik mamak, bundo kanduang, pemangku
adat dan parik paga nagari se-Kota Payakumbuh.
Supardi mengajak para peserta acara
tersebut untuk menggencarkan gerakan menanamkan nilai adat dan budaya di tengah
masyarakat. Terutama pada generasi muda yang merupakan penerus bangsa dan
daerah.
"Generasi mudalah yang nantinya
akan meneruskan kita, menjaga adat dan budaya serta memajukan daerah ini,"
ujarnya.
Menurut Supardi, di zaman sekarang
memang tidak mudah untuk menanamkan nilai adat dan budaya tersebut. Bahkan
untuk memantau dan mengawasi kencederungan perilaku generasi muda juga
cenderung tidak semudah dulu karena mereka lebih pandai menguasai teknologi
dibanding orang yang lebih tua.
Bahkan, Supardi mengatakan, ada
kecenderungan kebanyakan generasi muda tak lagi menghargai atau memahami berharganya
nilai adat dan budaya. "Ini kecenderungan yang terjadi hampir di 18
kabupaten/kota," ujarnya.
Padahal, lanjut Supardi, bagaimana pun
melesatnya perkembangan zaman, nilai adat dan budaya merupakan bekal yang amat
berguna dalam mengarungi kehidupan. Tatanan adat dan budaya sudah terdesain
menyelamatkan masyarakat dari berbagai permasalahan.
Salah satu contohnya dalam permasalahan
anak kurang gizi atau stunting. Dalam nilai adat dan budaya Minangkabau, lanjut
Supardi, sudah ada penataan tentang ketahanan pangan keluarga dan suku. Jika
hal ini diterapkan permasalahan stunting sangat bisa dihindari.
"Di Payakumbuh angka stunting
relatif tinggi. Ini menjadi permasalahan yang mesti kita entaskan
bersama," katanya.
Selain itu, Supardi mengatakan, adat dan
budaya tidak bisa dinilai sebagai hal kuno yang tak sejalan dengan kebutuhan
masa depan. "Justru dengan nilai adat dan budaya yang sudah ada ini kita
bisa menjadi daerah yang maju," tegas Supardi.
Ia mencontohkan, salah satunya Maek.
Peradaban kuno ini di Limapuluh Kota. Ia mengatakan, jika diekspos dengan baik,
Maek akan menjadi hal yang menarik perhatian dunia.
Menurut dia, Maek merupakan peradaban
kuno yang sangat bernilai wisata sejarah. Begitu juga dengan adat dan budaya
lainnya di Sumbar, hal ini bisa menjadi potensi besar untuk memajukan daerah
dan masyarakatnya.
"Pengelolaan adat budaya secara
optimal akan menjadi pelestarian yang efektif untuk nilai adat dan budaya itu
sendiri. Selain itu juga menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran
karena sektor pariwisata yang digerakkan dengan mengekspos adat dan
budaya" katanya. (n-r-t)