arrow_upward

Sosialisasi Pencegahan Radikalisme, Ini Cerita Mantan Anggota NII

Selasa, 10 Oktober 2023 : 16.57

 


Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan bersama Direktur Intelkam, Kombes Pol Sunarya, menghadirkan narasumber mantan anggota NII dalam sosialisasi pencegahan paham radikalisme dan terorisme di Rumah Kebangsaan, Selasa (10/10/2023). (deri)


PADANG, ANALISAKINI.ID--Polda Sumbar melalui Bidang Humas menggelar sosialisasi serta pencegahan penanggulangan terorisme atau radikalisme dan toleransi di Rumah Kebangsaan, Selasa (10/10/2023). Dalam sosialisasi tersebut, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII), dihadirkan untuk menceritakan paham penyimpangan selama berada di NII hingga kembali ke NKRI.

"Kegiatan ini terkait dengan paham radikalisme. Ini merupakan perintah pimpinan dari Mabes Polri, bahwa kegiatan ini memang terus dilakukan. Karena ancaman-ancaman radikalisme ini selalu ada dan selalu muncul," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan.

Dwi mengatakan, sering munculnya paham radikalisme ini dikarenakan ‎sekelompok masyarakat yang ingin ada upaya-upaya untuk merubah negara, sehingga pimpinan Polri memerintahkan seluruh jajaran untuk selalu melakukan sosialisasi terhadap ancaman radikalisme.

"Kegiatan ini juga kebetulan berbarengan dengan HUT Humas Polri yang jatuh nanti di 30 Oktober mendatang. Ini merupakan rangkaian kegiatan dalam memeriahkan HUT Humas ke 72 tahun, disamping kegiatan-kegiatan yang lain," ujar Dwi.

Sementara itu, mantan anggota NII, Dafrizal, mengatakan, karena ketidakpahaman tentang agama yang benar, bisa memuncul  radikalisme. Maka untuk pencegahannya, perlu membentuk pencerahan kepada masyarakat, bagaimana mereka bisa belajar kepada ulama-ulama yang robbani, ulama-ulama yang betul membawa kepada pencerahan dan kedamaian.

"Karena Islam ini mengajak kita pada Rahmatan Alamin‎. Siapapun orangnya, apapun agamanya bisa berdampingan dengan Islam. Dari keyakinan tadi, dia ingin berseberangan dengan orang lain dan juga ingin merubah sistem kenegaraan seperti itu. Dengan belajar kepada ulama Robbani, dia akan bisa terjadi pencerahan dan pencegahan radikalisme," kata Dafrizal.

Dafrizal mengatakan, dalam sikap ini, semuanya pancingan, media juga memberikan jalan, kontribusi. Ketika media bebas mensiarkan berita-berita yang panas, tentu orang atau masyarakat ini terpancing.

"Nah, bagaimana kita bisa mengajak masyarakat ini bersikap dengan baik terhadap agamanya. Orang sudah baik agamanya, pasti dia akan baik. Sesuai yang saya katakan tadi, agama adalah nasehat. Kita sedang memberikan nasehat kepada siapa, pemimpin kita, dan kepada seluruh kaum muslimin, tentu hal-hal yang terbaik mereka bisa buktikan," ujar Dafrizal.

Dia mengetahui paham radikalisme ini ketika 2022 lalu, saat dirinya masih duduk kelas dua di SMK.

"Ketika itu saya sudah mendapat pemikiran negara Islam Indonesia.‎ Saya cukup lama di sana, wilayah teritorial yang saya ayomi di Pesisir Selatan. Itu target wilayah, posisi saya waktu itu sebagai amirnya Kabupaten Pesisir Selatan," katanya.

Selama berada di lingkungan NII, dirinya melihat dan merasakan ada keyakinan agama yang dianut golongan ini berbeda dan bersebrangan dengan negara.

"Paham-paham NII ini menggunakan Quran dan Hadist, yang menjadi pertanyaan, pemahaman tersebut yang digunakan sebagai paham siapa. Kita tahu keyakinan menyimpang dan tidak menyimpang, tolak ukurnya bagaimana ulama memahaminya. Ayat yang selalu menjadi pegangan kami dahulu di NII atau ormas lain, surat Ali Imran, mereka memahami ayat ini tolak ukur orang muslim atau kafir," ceritanya.

Padahal dalam surat Ali Imran tersebut, Allah menurunkannya secara beurutan. Sementara kelompok ini hanya fokus pada ayat ketiga saja, dan tidak memperdulikan ayat pertama dan kedua.

"Mereka mudah mengkafirkan orang lain yang berada di luar kelompoknya.‎ Penyimpangan lainnya, segi akidah, dalam memahami kafir, NII dulunya mudah mengkafirkan orang Islam. Termasuk polisi. Musuh kami penegak hukum," ujarnya.

Penyimpangan kedua, dalam ibadah. Mereka melakukan solat berkamuflase dengan jamaah yang lain. Sebab, mereka tidak mewajibkan syariat, karena mereka berpatokan pada Madinah. Sementara Indonesia ini mereka anggap masih Mekkah.

"Jadi mereka berpatokan di sana. Sebab, saat Rosulullah dulu waktu di Mekkah fasenya dakwah. Ketika nabi di Madinah negara Islam sudah terbentuk baru diberlakukan syariat. Itulah pedoman mereka," jelasnya.

Terakhir, Dafrizal mengatakan, ketika dirinya sadar akan penyimpangan dari NII, ketika kelompok tersebut menganggap diluar kelompok mereka adalah kafir. Sementara waktu itu, orangtuanya bukan bagian dari kelompok tersebut.

"Ketika mereka menganggap orang itu kafir, darahnya halal dan hartanya bisa dicuri. Dari sana saya tersentak kalau ajaran ini salah dan kembali bertaubat," tutupnya. (d)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved