Nevi Zuairina. |
Jakarta, Analisakini.id-Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina mendesak agar Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Kemenkop-UKM dapat memberikan sanksi keras kepada para pegawainya yang yang diduga menjadi pelaku tindak pidana kekerasan seksual.
Desakan yang dilakukan oleh Nevi Zuairina untuk merespon kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop terjadi pada 2019 silam yang dilakukan oleh empat pegawai Kemenkop terhadap korban berinisial ND yang juga pegawai di tempat yang sama.
“Penyelidikan harus dilakukan secara intensif dan harus diusut tuntas sampai akarnya. Pelaku (harus) dijerat hukum seberat-beratnya agar ada efek jera, sehingga kasus seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari di instansi manapun apalagi instansi pemerintah”, tutur Nevi.
Politisi PKS ini berharap, agar Kementerian pimpinan dari Teten Masduki ini dapat memberikan bantuan hukum dan psikolog untuk pegawai perempuan yang menjadi korban dari kekerasan seksual. Karena posisi mereka serba sulit dan terdesak sehingga perlindungan maksimal mesti dilakukan secara optimal.
“Bantuan hukum dan psikolog untuk perempuan yang mengalami kekerasan seksual mesti diberikan. Pendampingan harus intensif,” tegas Nevi.
Tak hanya itu, politikus asal Sumatera Barat ini, meminta agar ada tindakan preventif yang berkesinambungan agar kasus kekerasan seksual di instansi pemerintah tidak terjadi lagi. Kejadian pada 2019 meski sudah cukup lama, tapi ini tidak dapat ditutup begitu saja, namun harus segera diselesaikan secara tuntas.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki diketahui membentuk tim independen guna mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa pegawai berinisial ND.
Tim independen terdiri dari Kemenkop-UKM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), pendamping korban dan aktivis perempuan.
Kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop-UKM terjadi pada ujung 2019 disebut melibatkan empat pegawai Kemenkop-UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN. Korbannya merupakan pegawai non-PNS Kemenkop-UKM berinisial ND.
Kasus ini sempat diproses Polresta Bogor, namun kemudian dihentikan dengan dalih korban menyepakati usulan damai. Penghentian kasus terjadi setelah korban dan terduga pelaku berinisial ZP menikah pada Maret 2020.
“Instansi pemerintah yang mestinya sebagai teladan bagi seluruh instansi di negara ini jangan sampai lagi ternoda pada kasus-kasus moral seperti ini. Bagi yang melanggar, mesti dihukum lebih berat dari masyarakat biasa, karena mereka lebih terdidik dan membawa wajah pemerintah. Ketegasan aparat hukum akan menjadi sorotan seluruh pihak, sehingga mesti cepat, tegas dan tuntas”, tutup Nevi Zuairina. (***)