arrow_upward

Perjanjian FIR Dinilai Janggal, Guspardi Gaus Tegaskan Pendapat Pakar dan Praktisi Harus Didengar

Senin, 07 Februari 2022 : 18.41
Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si

Jakarta, Analisakini.id-Perjanjian Flight Information Region (FIR) antara Pemerintah Indonesia dan Singapura diduga janggal oleh Guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, pakar hukum lainnya dan beberapa praktisi penerbangan dan pertahanan. Perjanjian FIR tersebut dinilai melanggar Pasal 458 UU 1/2009 tentang penerbangan.

"Merespons pendapat para pakar hukum Internasional dan juga masukan dari praktisi penerbangan dan pertahanan, kita sarankan pemerintah untuk dapat memperhatikan dengan seksama apa yang menjadi masukan para ahli dan praktisi tentang isi pasal perjanjian wilayah udara Indonesia dan Singapura yang baru saja di tandatangani kedua negara," kata Anggota DPR Guspardi Gaus kemarin.

Menurut dia, sebagai yang mempunyai kepakaran di bidang hukum internasional, pendapat yang dikemukakan oleh para pakar hukum itu perlu menjadi perhatian serius oleh Pemerintah dan DPR sebagai pengawas Pemerintahan, untuk kemudian dilakukan kajian yang lebih konprehensif. Begitu juga masukan saran dan pendapat dari praktisi penerbangan dan pertahanan.

Legislator asal Sumatera Barat itu menambahkan persoalan ini merupakan isu yang sensitif karens terkait permasalahan pengelolaan FIR antara Indonesia dengan Singapura di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Secara yuridis, pasal 458 UU No 1 tahun 2009 tentang penerbangan secara tegas menyatakan, wilayah udara Republik Indonesia yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjajian sudah harus dievalusi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan paling lambat 15 tahun sejak undang-undang ini berlaku. 

Namun dalam perjanjian antara Indonesia dengan Singapura pengelolaan FIR di atas wilayah tersebut masih didelegasikan kepada Singapura untuk jangka Waktu 25 tahun ke depan. 

Sementara merujuk kepada UU No 1 tahun 2009 pelayanan navigasi yang  didelegasikan kepada negara lain sudah akan berakhir 2024 mendatang. 

"Apakah yang disampaikan pakar hukum betul melanggar undang-undang atau gimana? Tentu perlu di cermati dan digali lebih mendalam. Tentu hal ini bukanlah pesoalan sederhana dan harus digali dan dikaji secara mendalam serta komprehensif. Apalagi menurut parkatisi penerbangan dan pertahanan perjanjian ini dipaketkan dengan perjanjian pertahanan negara,"imbuh Politisi PAN ini.

Anggota Komisi II DPR ini berharap agar pemerintah mengundang para pakar hukum, praktisi penerbangan dan pertahanan guna mendapatkan keterangan dan penjelasan yang lebih komprehesif lagi tentang pengelolaan wilayah udara ini. 

Di lain sisi pemerintah diharapkan juga dapat membuka secara detil isi perjanjian dengan Singapura itu guna menghindari bekembang menjadi isu liar dan menimbulkan perdebatan publik.

Sementara itu, juga mendorong tim bidang hukum Istana untuk melakukan pembahasan internal terhadap isi perjanjian FIR yang dikorelasikan dengan temuan ilmiah yang disampaikan oleh Prof. Hikmahanto tersebut. 

"Bagaimanapun kita harus objektif, taat azas, taat hukum. Kalau memang ini (FIR) di khawatirkan melanggar  Pasal 458 UU 1/2009 tentang batas wilayah, tentu harus segera dilakukan evaluasi," pungkas anggota Baleg DPR. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved