arrow_upward

Politikus Golkar yang Jadi Tersangka KPK Bertambah, Kali Ini Langsung Ditahan

Jumat, 19 November 2021 : 15.16

 

Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka dugaan gratifikasi. (ist)

Jakarta, Analisakini.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka dugaan gratifikasi dalam perkara pengadaan barang dan jasa di kabupaten setempat.

Politikus Partai Golkar itu langsung ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih, Kamis (18/11/2021). Ia ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai 18 November sampai 7 Desember.

Penahanan Abdul Wahid menambah daftar panjang politikus Golkar yang terjerat lembaga antirasuah tersebut.

Dikutip dari Rilisid hingga Jumat (19/11/2021), setidaknya sudah lima kader partai berlambang pohon beringin itu menjadi tersangka KPK. 

Belum lama ini, KPK menangkap tangan Bupati Kuansing Andi Putra dan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin. Kemudian mentersangkakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Azis Syamsuddin dan Walikota Tanjungbalai M. Syahrial.

Isu KPK berpolitik pun ramai diperbincangkan. Namun, hal itu dibantah oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

"Kalau kemudian menyangkut dengan partai politik atau hubungan dengan politik, tentu KPK tidak berpolitik," ujar Lili belum lama ini.

Kronologis Perkara HSU

Perkara ini bermula dari kegiatan tangkap tangan KPK pada 15 September lalu. KPK telah menetapkan MK selaku Plt Kadis PU sekaligus PPK dan KPA, MRH selaku Direktur CV Hanamas, dan FH selaku Direktur CV Kalpataru.

"Tersangka AW diduga telah menerima penyerahan sejumlah uang dari MK atas penunjukkannya sebagai Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten HSU melalui perantara ajudan AW pada Desember 2018," ujar Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers, Kamis.

Kemudian pada awal 2021, MK menemui Abdul Wahid untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP.

MK telah menyusun nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud.Abdul Wahid menyetujui plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan pembagian 10 persen untuk dirinya dan MK 5 persen.

Komitmen fee yang diduga telah diterima Abdul Wahid melalui MK sejumlah sekitar Rp500 juta dari MRH dan FH.

Selain itu, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui beberapa pihak di Dinas PUPRP HSU.Rinciannya, pada 2019 sebesar Rp4,6 miliar; sekitar Rp12 miliar di 2020; dan sebesar Rp1,8 miliar pada tahun ini.

Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 juncto Pasal 65 KUHP.

"KPK berharap seorang kepala daerah sebagai penyelenggara negara yang digaji dari uang rakyat dapat menjadi teladan baik dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntable di wilayahnya. Bukan justru mengingkari amanah jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya melalui praktik-praktik korupsi," ujar Firli.

Selain itu, KPK mengingatkan seluruh kepala daerah untuk teguh menjaga amanah dan tanggung jawab yang diberikan, dan bekerja penuh Integritas menjauhi praktik korupsi demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved