arrow_upward

Gubernur Sumbar Mahyeldi Ingin Isolasi Terpusat Pasien Covid-19 pada Satu Pulau, Ini Alasannya

Rabu, 11 Agustus 2021 : 18.42

 

Gubernur Sumbar Mahyeldi diskusi dengan Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur. (adpim).

Padang, Analisakini.id-Gubernur Mahyeldi berharap tempat isolasi terpusat pasien covid-19 di sebuah pulau. Sehingga mereka bisa lebih bahagia bebas beraktifitas dan mempercepat proses penyembuhan.

"Pemerintah pusat kan mewacanakan tempat isolasi terpusat terapung. Bagaimana jika dibuat di satu pulau dilengkapi fasilitasnya, kemudian mereka dilayani dengan tenaga medis yang lengkap,"ujar Mahyeldi.

Menurutnya, itu akan bisa mempercepat penyembuhan pasien covid-19. Sebab, untuk mempercepat penyembuhan bagi gejalan ringan dan orang tanpa gejala (OTG) diperlukan peningkatan imun tubuh.

"Jika mereka menjalani hari-hari selama positif dengan bahagia, bisa jalan-jalan bebas, tanpa masker. Kemudian bisa mandi-mandi. Setelah itu ada pengawasan dari tenaga medis dan perawat. Di sana juga ada psikolog yang menangani, rasanya akan lebih cepat sembuh,"ujarnya.

Menurut dia, perawatan yang disediakan rumah sakit dan tempat isolasi yang memiliki ruang terbatas justeru membuat pasien tambah stress. Kemudian pasien dilayani oleh orang yang menggunakan baju hazmat. Tanpa bisa melihat senyuman, yang mengunjungi juga terbatas. Dengan begitu imun tubuh menjadi turun, penyembuhan menjadi lambat.

"Jadi sebaiknya dengan ruang yang luas, fasilitas lengkap. Pasien tidak stress. Karena itu hasil dari pantauan saya pada sejumlah rumah sakit belakangan ini. Saya mempunyai kesimpulan pribadi seperti itu,"ungkapnya.

Wacana itu menurutnya sejalan dengan rencana Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyediakan tempat isolasi terpusat terapung di Sumbar.

Mahyeldi menilai Bupati dan Walikota di Sumbar memiliki komitmen yang tinggi dalam hal upaya penanganan Covid-19 terbukti dari empat daerah yang menerapkan PPKM level 4, saat ini tinggal satu daerah yaitu Kota Padang.

"Komitmen Bupati dan Walikota cukup tinggi untuk memerangi COVID-19 ini. Bahkan ada yang berinisiatif untuk mengundang Dinas Kesehatan Sumbar guna mengevaluasi penanganan dan kondisi penyebaran COVID-19 di daerahnya," katanya usai Rapat Koordinasi Gubernur dan Bupati/Walikota terkait penanganan Covid-19 di Padang, Selasa (10/8/2021).

Ia juga mengapresiasi beberapa daerah yang tetap menerapkan kebijakan pembatasan seperti PPKM level 4 padahal daerahnya sudah ditetapkan untuk menerapkan PPKM level 3 seperti di Kota Solok.

Beberapa daerah juga melaporkan adanya penurunan kasus aktif dan angka kematian seperti di Sawahlunto.

Namun demikian ada pula beberapa daerah yang tingkat kematiannya tinggi tetapi jumlah testingnya rendah. Untuk daerah ini Pemprov Sumbar akan membantu proses testing menggunakan mobil swab Dinas Kesehatan.

"Kita ada beberapa armada mobil swab PCR. Kita bantu daerah-daerah yang minim testing ini untuk mempercepat penanganan Covid-19," katanya. 

Dalam rapat koordinasi tersebut juga dibahas tentang kebutuhan vaksin di kabupaten dan kota di Sumbar. Gubernur Mahyeldi mengatakan stok yang tersedia di Sumbar saat ini ada 100 ribu dosis yang akan segera didistribusikan ke daerah.

"Kita juga akan dapat tambahan vaksin dari pusat dalam beberapa hari ke depan sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo. Semua kita distribusikan ke daerah," ujarnya.

Selain itu Gubernur meminta dukungan Bupati dan Walikota terkait data kebutuhan oksigen di masing-masing Rumah Sakit di daerah terutama yang melayani pasien COVID-19. Karena belum semua RS yang rutin melaporkan informasi kebutuhan oksigen tersebut.

"Ini untuk menghindari informasi yang bias terkait kebutuhan oksigen di RS," ujarnya.

Ke depan, penerapan protokol kesehatan harus semakin dipertegas karena menyelesaikan persoalan dari hulu akan sangat membantu penanganan di hilir.

Sementara itu ahli epidemiologi dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Defriman Djafri dalam paparannya menyebutkan bahwa risiko kematian menjadi tinggi apabila pasien menderita gejala lebih banyak dan memiliki penyakit bawaan atau komorbid.

"Angka kematian paling tinggi itu adalah usia rentang 60-69 tahun," katanya.

Ia juga menyebutkan bahwa risiko kematian pasien yang tidak divaksin dan baru mendapatkan vaksin pertama juga lebih tinggi dibandingkan yang telah mendapatkan dua kali suntikan vaksin.

Dalam kesempatan itu ia merekomendasikan agar diupayakan ada kategori penilaian indeks penerapan prokes sehingga bisa dipantau secara berkala dan dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan. (***)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved