arrow_upward

Stabilisasi Harga Jeruk di Gunung Omeh Jadi Contoh Pemerintah untuk Sejahterakan Petani

Sabtu, 22 Agustus 2020 : 10.18

Anggota DPR dari Fraksi PKS Hj. Nevi Zuairina saat kunjungi kebun jeruk di Gunung Omeh, Limapuluh Kota. (ist). 
50 Kota, AnalisaKini.id - Anggota DPR dari Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina
menemukan fenomena keluhan petani buah-buahan terutama jeruk  menghadapi ketidakstabilan harga saat berkunjung ke kebun jeruk Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Pada saat panen, harga sangat jatuh hingga pada titik di bawah biaya produksi sehingga mengancam kerugian besar. Sedangkan ketika tidak musim panen, harga sangat tinggi sehingga membuat resah para konsumen yang akan membeli produk buah untuk di konsumsi secara rumah tangga.

"Hingga saat ini belum ada jalan keluar untuk masalah harga buah ini terutama jeruk di  Gunung Omeh ketika panen melimpah sampai harga murah sekali. Meski ada koperasi yang berinisiasi membantu menstabilkan harga, tetapi tidak cukup kuat sehingga tidak signifikan untuk menemukan solusi di kalangan petani", tutur Nevi Zuairina.

Politisi PKS ini mengatakan, pelaku pasca panen di daerah Gunung Omeh mayoritas adalah industri skala rumah tangga. Dalam dunia usaha masuk pada kategori skala mikro atau kecil. Pendampingan dan bantuan pemerintah saat ini, belum signifikan mengentaskan para petani jeruk sebagai pelaku  UMKM untuk mendapatkan kesejahteraannya.

Nevi melanjutkan,  Kecamatan Gunung Omeh yang  terkenal sebagai penghasil jeruk siam gunuang omeh (biasa disebut jesigo) seharusnya dapat menjadi sebuah kearifan lokal yang dapat dikembangkan sehingga menjadi salah satu ikon Indonesia dalam memproduksi produk hortikultura pada kategori buah jeruk. 

Kecamatan Gunuang Omeh memiliki luas wilayah 156,54 km² dan terletak pada ketinggian 700-1100 mdpl ketika dikembangkan menjadi agrowisata yang baik, akan berpotensi menarik wisatawan untuk mencicipi produk buahnya sekaligus menikmati keindahan alamnya. Bahkan untuk Eduwisata bagi anak-anak sekolah, belajar bagaimana bercocok tanam jeruk hingga bagaimana mengolah sirup jeruk sendiri menjadi daya tarik yang baik untuk pendidikan.

"Pada tahun 2017 saja, produksi jeruk dari Gunung Omeh ini telah mencapai 24.600 ton. Dengan dukungan peternakan di antaranya sapi, kambing, kerbau, ayam kampung, dan itik, juga dapat dikembangkan saling bersinergi untuk mensuplai pupuk organiknya. Sehingga ada integrasi pertanian dan peternakan yang dapat membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya", jelas Nevi.

Legislator asal Sumatera Barat ini meminta kepada pemerintah pusat, agar semakin intensif bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengendalikan proses pasca panen produk hortikultura ini terutama jeruk. Stabilisasi harga akan terjadi manakala ada serapan signifikan pada saat panen. Serapan akan signifikan ketika industri pasca panen sudah baik yang berada pada lokasi produksi.

"Saya kira permasalahan petani di setiap daerah hampir sama ketika menghadapi masa panen. Jeruk di Gunung Omeh ini hanya salah satu contoh. Bahkan pekan lalu saya mendengar ada petani tomat di Probolinggo menghadapi panen tomat dengan harga 500 rupiah per kilogram. Ini kan kasihan petani, sudah susah menanam akhirnya rugi. Campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga akan memberi semangat petani untuk menanam yang dalam jangka panjang akan menekan angka impor produk pangan secara keseluruhan", tutup Nevi Zuairina. (***)





Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved