arrow_upward

Terlibat Politik Uang, DKPP Pecat Anggota KPU Ini

Rabu, 08 Juli 2020 : 23.39

Sidang DKPP (dok DKPP). 
Jakarta,  AnalisaKini.id- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian Tetap atau pemecatan kepada seorang Anggota KPU sebagai penyelenggara pemilu dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Anggota KPU yang dipecat itu adalah Musfal,  anggota KPU Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.

Musfal merupakan Teradu dalam dua perkara sekaligus, yaitu perkara Nomor 43-PKE-DKPP/IV/2020 dan 44-PKE-DKPP/IV/2020.

"Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Musfal selaku Anggota KPU Kabupaten Bungo sejak putusan ini dibacakan," ungkap Ketua Majelis, Alfitra Salamm, saat membacakan amar putusan perkara 43-PKE-DKPP/IV/2020 dan 44-PKE-DKPP/IV/2020.

Putusan dari kedua perkara itu dijadikan satu karena memiliki pokok aduan yang sama, yaitu dugaan penerimaan Uang dari Calon Legislatif (Caleg) kepada Teradu dengan kompensasi penambahan suara dalam Pemilu 2019.

Dalam sidang pemeriksaan kedua perkara ini, diketahui setidaknya terdapat tiga nama yang diduga memberikan uang kepada Musfal dengan tujuan untuk meningkatkan perolehan suaranya dalam Pemilu 2019, yaitu Ali Calon Anggota DPRD Provinsi Jambi dari Partai Gerindra, Rendhi Zilviando Calon Anggota DPRD Kabupaten Bungo dari Partai Demokrat dan Mariani Calon Anggota DPRD Kabupaten Bungo dari Partai Hanura.

Ali disebutkan memberi uang kepada Musfal sebesar Rp300 juta dengan kompensasi penambahan perolehan suara miliknya sebanyak 14.000 suara. Sedangkan Rendhi Zilfiando dan Mariani masing-masing memberikan uang kepada Musfal senilai Rp86 juta dan Rp120 juta.

Ihwal praktik politik uang ini menjadi viral setelah akun Facebook bernama Afriansyah, yang juga menjadi saksi, menyebarkan foto surat perjanjian pengembalian uang dengan cara mengangsur antara Musfal dengan Ali. Surat tersebut diteken karena Musfal gagal memenuhi janjinya dalam menambah suara Ali sebanyak 14.000 suara.

"Saksi Afriansyah mengaku mendapat surat tersebut dari keponakan Ali," kata Anggota Majelis, Teguh Prasetyo, saat membacakan pertimbangan putusan seperti dikutip dari akurat.co.

Dalam sidang pemeriksaan, Ali yang menjadi Saksi menyatakan Musfal hanya menerima uang senilai Rp180 juta dari dirinya.

Musfal sendiri membantah dalil tersebut. Menurutnya, surat perjanjian itu terkait dengan pinjaman untuk keperluan usaha yang dibuatnya dengan seseorang bernama Suherman.

Suherman, yang juga hadir sebagai saksi, membenarkan ucapan Musfal. Namun, DKPP menilai keterangan Suherman kurang kuat karena tidak disertai dengan bukti yang relevan.

Di sisi lain, Ketua dan Anggota KPU Provinsi Jambi yang menjadi Pengadu dalam perkara 44-PKE-DKPP/IV/2020, disebut majelis memiliki alat bukti otentik yang dihadirkan dalam sidang, yaitu Berita Acara (BA) Klarifikasi Nomor 05/Hk.06.4-BA/15/Prov/II/2020 tanggal 23 Februari 2020.

BA Klarifikasi itu juga mengungkapkan fakta  Musfal menerima uang sebesar Rp120 juta dari Jailani untuk kepentingan Mariani dan Rp86 juta dari Rendhi Zilfiando.

"DKPP menilai tindakan Teradu tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika Penyelenggara Pemilu," ujar Teguh.

DKPP menilai  tindakan Musfal telah dengan sengaja menyalahgunakan wewenang dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atas nama jabatan. Musfal didakwa terbukti melanggar prinsip mandiri dan profesionalitas Penyelenggara Pemilu serta melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b juncto Pasal 8 huruf a, huruf b, huruf h dan huruf i; Pasal 15 huruf a dan d serta Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Musfal juga didalilkan telah memberdayakan Anggota PPK untuk kepentingannya yang berpihak pada peserta pemilu, yaitu Ketua PPK Limbur Lubuk Mengkuang Arfauzi dan Anggota PPK Tanah Sepenggal Lintas.

Dalam sidang pemeriksaan, terungkap Arfauzi diperintah oleh Musfal membawa dan memasang spanduk yang ternyata milik calon Peserta Pemilu tertentu.

"Mengetahui hal tersebut, saksi Arfauzi segera menelepon Teradu menanyakan maksud pemasangan spanduk namun tidak ditanggapi, Teradu justru memerintahkan Arfauzi datang menemuinya di Muara Bungo dan tetap memerintahkan untuk memasang spanduk dengan imbalan Uang Rp5 juta," ungkap Anggota Majelis, Didik Supriyanto.

Sikap dan tindakan Musfal itu dinilai telah merusak marwah dan kredibilitas KPU Kabupaten Bungo. "Sikap Teradu yang memerintahkan Arfauzi memasang alat peraga kampanye secara nyata menunjukkan keberpihakan kepada peserta pemilu yang menghancurkan integritas proses dan hasil Pemilu," kata Didik.

Musfal pun dianggap terbukti melanggar prinsip profesional sebagaimana diatur dalam Pasal 15 huruf b, c, d, e, f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Dengan demikian, dalil aduan para Pengadu Terbukti dan jawaban Teradu tidak meyakinkan DKPP.

Selain itu, Musfal juga didalilkan mendukung Jon, Calon Anggota DPRD Kabupaten Bungo dengan cara memerintahkan anggota PPK Tanah Sepenggal Lintas untuk menambahkan suara.

Fakta ini terungkap dalam sidang pemeriksaan karena para Pengadu mengajukan bukti surat pernyataan atas nama Rozi dan Fauzan selaku anggota PPK Tanah Sepenggal Lintas yang membenarkan sekitar 20 atau 21 April 2019 lalu dihubungi Teradu yang memerintahkan anggota PPK Tanah Sepenggal Lintas menambah perolehan suara Jon.

"Dengan imbalan berupa Uang sebagai ucapan terima kasih. Namun perintah Teradu tersebut tidak dilaksanakan," ujar Didik.

DKPP menilai sikap dan tindakan Musfal terbukti menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya memerintahkan PPK Tanah Sepenggal Lintas untuk menambahkan suara Jon jelas bertentangan dengan prinsip mandiri. Teradu terbukti melanggar Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Dengan demikian dalil aduan para Pengadu terbukti dan jawaban Teradu tidak meyakinkan DKPP. (***)




Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved