Add caption |
Anggota KomisI II DPR, Guspardi Gaus, menyatakan Komisi II sudah menerima draft Perppu Pilkada yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020. Perppu Pilkada tersebut dikeluarkan untuk menggeser waktu penyelenggaran Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah, dari 23 September menjadi 9 Desember 2020. Penundaan tersebut akibat pandemi Covid-19.
Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengesahan Perppu menjadi UU harus mendapatkan persetujuan DPR. Mekanismenya, papar dia, pimpinan DPR akan menanyakan kepada komisi II apakah Perppu ini sudah dibahas dan disetujui oleh seluruh fraksi sebelumnya. Apalagi sudah disetujui, maka tahap selanjutnya pimpinan DPR menjadwalkan Perppu tersebut dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini mengungkapan seluruh fraksi di Komisi II DPR memahami dan menyetujui penundaan Pilkada Serentak 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19 pada 9 Desember 2020. Artinya, seluruh fraksi di Komisi II menyetujui Perppu Pilkada dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat untuk disahkan menjadi UU.
“Tidak ada masalah soal Perppu Pilkada ini. Dari rapat-rapat di Komisi II DPR, semua fraksi dapat memahami menerima penundaan Pilkada dari 23 September ke 9 Desember 2020,” kata Guspardi Gaus di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/6/2020).
Dengan adanya persetujuan Pilkada Serentak ditunda ke 9 Desember yang ditetapkan oleh Perppu tersebut, kata Guspardi, maka pada 15 Juni 2020, KPU sudah memulai berbagai tahapan Pilkada. Baik yang tertentu akibat pandemi maupun tahapan yang belum dilaksanakan sehingga, mulai 15 Juni 2020, sudah dimulai tahapan Pilkada oleh KPU.
Sebelum dimulainya tahapan Pilkada oleh KPU itu, kata Guspardi, Komisi II sudah mengadakan rapat dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, KPU, Bawaslu, DKPP dan Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19, membahas usulan tambahan anggaran Pilkada ditengah pandemi oleh penyelenggara Pilkada.
Usulan kebutuhan tambahan anggaran itu disetujui dalam rapat tersebut. Perinciannya, KPU RI sebesar Rp4.768.653.968 (Rp4,7 triliun) dalam tiga tahapan. Tahap pertama Rp 1,02 triliun, tahap kedua Rp 3,29 triliun dan tahap ketiga Rp 0,46 triliun. Bawaslu sebesar Rp478.923.004.000 (Rp478,9 miliar), dan DKPP sebesar Rp39.052.469.000 (Rp39,05 miliar). Anggaran tersebut bersumber dari APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah.
Namun pemerintah melalui Menkeu Sri Mulyani baru berkomitmen siap merealisasikan penambahan anggaran tahap pertama sebesar Rp 1,2 triliun dari APBN. Sementara sisa kebutuhan anggaran yang belum terpenuhi akan diputuskan setelah ada rekonsiliasi anggaran antara Kemendagri, Kemenkeu, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Gugus Tugas Covid-19, selambat-lambatnya pada 17 Juni 2020.
Legislator dari daerah pemilihan Sumatera Barat ini menyimpulkan penambahan anggaran ini tidak semuanya berasal dari APBN. Tetapi bisa juga berasal dari APBD, karena masing-masing daerah sudah mengalokasikannya.
“Yang jadi permasalahan kondisi Pilkada di tengah Pandemi, karena darurat, di sini ada ruang bagi Komisi II untuk meminta Menkeu bisa dianggarkan dari APBN terhadap daerah yang anggarannya butuh penambahan dari APBN,” katanya. (***)
Bagikan